Sambung Dedi, belum lama ini Ketua Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Pusat, Mufida Kalla mengunjungi pengrajin tenun di kawasan pemukiman masyarakat Baduy guna melihat secara langsung produksi kerajinan tenun Baduy.
“Keunggulan jenis tenun Baduy itu, memiliki khas tersendiri dan berbeda dengan daerah lain di Indonesia, baik dari motif maupun warna dan terlihat feminim,” ujar Dedi.
Hingga saat ini produksi kain tenun tradisional Baduy memiliki berbagai motif dan jenis mulai dari jenis Adu Mancung, Poleng Kacang, Poleng Hidup, Aros, Suwat Songket dan Suwat Samata, selain itu tenun Baduy juga memiliki makna terhadap kecintaan alam karena warnanya didominasi biru, putih dan hitam.
“Untuk itu Kami berharap, kerajinan tenun Baduy itu dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Baduy,” tuturnya.
Sementara itu, Eneng salah satu perajin tenun Baduy dari Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak, Propinsi Banten mengatakan, dampak dari gencarnya promosi yang dilakukan pemerintah daerah dan Dekranas, produksi kain tenun kerajinan suku Baduy di pedalaman Kabupaten Lebak banyak diminati oleh pasar sejak dua bulan terakhir ini.
“Hingga saat ini Kami merasa kewalahan melayani permintaan pasar dari berbagai daerah yang sangat tinggi, bahkan sepekan ini saja Kami melayani pesanan dari Bandung dan Jakarta sebanyak 14 kain dengan harga Rp. 400.000,- per lembar, ya lumayan saja, hal ini bisa mencukupi dan membantu perekonimian kami,” ujarnya