Print this page

Akibat Perceraian Kasus Anak dan Perempuan Terlantar Masih Terjadi di Cilegon

Kepala DP3AKB Kota Cilegon, Agus Zulkarnain. Kepala DP3AKB Kota Cilegon, Agus Zulkarnain.

Detakbanten.com, CILEGON - Sepanjang 2022 terjadi sebanyak 13 kasus penelantaran terhadap anak di Cilegon. 13 kasus penelantaran itu diantaranya yakni, sebelas kasus terhadap perempuan dan 2 kasus terhadap anak. Kasus penelantaran itu terjadi akibat kesenjangan ekonomi akibat perceraian sehingga mengakibatkan anak dan istrinya terlantar.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Cilegon, Agus Zulkarnain mengatakan, terkait dengan belasan kasus penelantaran itu pihaknya mengaku telah melakukan pendampingan mulai dari asesmen hingga pendampingan secara psikologi terhadap korban.

"Faktor utamanya adalah perceraian yang dipicu ekonomi. Jadi ada penelantaran akhirnya pada anak dan perempuan (janda) dari suami (mantan) dan ayah," kata Agus kepada awak media usai talkshow di Radio Mandiri FM Pemkot Cilegon, Rabu (6/7/2022).

Meski demikian, Agus mengungkapkan, dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kasus penelantaran di Kota Cilegon mengalami penurunan. Tercatat pada tahun 2021 kasus penelantaran di Cilegon terjadi sebanyak 30 kasus, 25 kasus terhadap perempuan dan 5 kasus terhadap anak.

Agus menyampaikan, Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan maupun kasus penelantaran itu merupakan kasus multidimensi sehingga tidak bisa diselesaikan oleh DP3AKB Kota Cilegon saja melainkan tanggung jawab bersama semua pihak yang ada di Cilegon.

Kemudian Agus menambahkan, untuk bisa menanggulangi maka pihaknya mengadakan berbagai keterampilan untuk bisa secara ekonomi terbantu.

"Ada penanganan pendampingan dari kami, lalu ada juga pemberdayaan melalui berbagai pelatihan. Ini tentu diharapkan bisa menanggulangi," pungkasnya.

Sementara itu, Walikota Cilegon Helldy Agustian mengaku akan melibatkan pihak industri yang ada di Cilegon agar bisa apa yang menjadi hak-hak anak yang menjadi korban penelantaran itu segera diberikan. Dengan begitu, maka para korban penelantaran itu dapat melanjutkan kehidupannya kembali menjadi lebih baik.

"Jadi faktornya ini karena ekonomi dan perceraiannya kami nanti akan coba koordinasi dengan industri untuk bisa melakukan pemberdayaan," katanya.

Menurut Helldy, kasus penelantaran maupun kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Cilegon saat ini kondisinya memprihatinkan. Sehingga, perlu dilakukan penanganan yang serius oleh semua pihak yang ada di Cilegon.

Apalagi, kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan ini mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
"Jadi kami terus sampaikan menikah harus diusia yang matang dan ekonomi matang. Jadi menikah dini akan terus diedukasi kepada remaja," tandasnya. (man)