Print this page

Negara Rugi Puluhan Triliun Akibat Truk ODOL

Negara Rugi Puluhan Triliun Akibat Truk ODOL

detakbanten.com Cilegon - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Republik Indonesia (RI) mengaku akan serius menangani persoalan truck Over Dimensi dan Over Load (ODOL) agar kerugian negara akibat truck ODOL berkurang. Pasalnya, dalam setahun, pemerintah pusat mengalami kerugian sebesar Rp 43 triliun akibat kendaraan ODOL tersebut. 

"Kerugian pemerintah untuk memperbaiki jalan yang rusak akibat kendaraan truk ODOL, Kementrian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) menyampaikan bahwa dalam setahun, kerugian Pemerintah mencapai Rp43 triliun," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Dirjen Hubdar) pada Kementrian Perhubungan Republik Indonesia, Budi Setyadi usai meresmikan kantor baru BPTD Wilayah VIII Provinsi Banten, Senin (15/3/2021).

Maka dari itu, Pemerintah melalui Kemenhub bersama dengan Kementrian PUPR, Kepolisian, Dinas Perhubungan dan beberapa pihak terkait lainnya. Telah berkomitmen akan melakukan normalisasi terhadap truck ODOL. Dengan begitu, kerusakan atau kecelakaan yang disebabkan oleh kendaraan truck ODOL dapat berkurang. 

Adapun yang dimaksud dengan normalisasi terhadap truck ODOL, Budi menyampaikan, truk yang melebihi dimensi akan dipotong, diubah jadi ukuran standar. Selain itu, Kemenhub juga akan memberikan alternatif cara memberantas truck ODOL yaitu dengan cara transfer muatan kepada kendaraan yang lain atau operator.

"Sesuai dengan arahan pak Menteri Perhubungan (Budi Karya Sumadi) bahwa kita (Kemenhub) telah berkomitmen bersama dengan Kepolisian, Kementrian PUPR, Jasa Marga dan juga dengan pihak Dirjen Perhubungan Darat. Serta kepada Kadishub (Kepala Dinas Perhubungan) yang ada di Kabupaten, Kota maupun di Provinsi. Kita telah berkomitmen bahwa sampai dengan tahun 2023 akan menyelesaikan masalah Over Dimensi dan Over Load di Indonesia," tuturnya.

Lebih lanjut, Budi menyampaikan dalam satu bulan tidak kurang dari 20 kasus kecelakaan terjadi di Jalan Tol Jakarta-Cikampek yang diakibatkan oleh kendaraan truck ODOL. 

"Pemerintah demikian serius menangani ini (Truck ODOL) karena yang pertama aspek keselamatan. Saya pernah disodorkan data (angka kecelakaan) bahwa dalam sebulan tidak kurang dari 20 kasus keceleakaan di Jalan Tol Jakarta-Cikampek terjadi yang diakibatkan oleh truck ODOL," ungkapnya. 

"Penyebabnya karena truck yang muatanya berat, melebihi dimensi dan tidak mencapai kecepatanya maksimal yang paling 30-40 Km/Jam. Kemudian ditabrak oleh kendaraan kecil, padahal aturan di jalan Tol sudah jelas. Baik kecepatan maksimal maupun kecepatan minimal," sambungnya. 

Terkait hal tersebut, ia mengaku pihaknya telah berkoordinasi dengan Kepala Korp Lalu Lintas (Kakorlanats) Polri, Irjen Pol Refli Andri agar melakukan penilangan terhadap kendaraan yang tidak mencapai batas kecepatan kendaraan. 

"Kami juga sudah meminta Kepala Korlantas Polri, kendaraan yang harus ditilang tidak hanya kendaraan yang kecepatanya melebihi batas maksimal saja. Namun, Polisi juga dapat menilang kendaraan yang kecepatannya tidak mencapai batas maksimal," pungkasnya. 

Ditempat yang sama, Kepala Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah VIII Provinsi Banten, Endi Suprasetyo menyampaikan, normalisasi kendaraan di Banten masuk kategori tertinggi. Namun kata Endi, hal itu hanya terjadi di satu daerah saja yakni di Kota Tangerang.

"Normalisasi kendaraan di Banten ini secara angka tinggi, tapi itu terjadi hanya disatu daerah saja yakni di Kota Tangerang. Karena nya sudah komitmen akan menindak tegas Truck ODOL," tegasnya.

Terkait dengan truck ODOL, Endi menyampaikan, pihaknya hanya dapat melakukan penindakan terhadap truck ODOL yang melintas di jalan nasional. Sedangkan faktanya, truck ODOL masih banyak ditemukan di jalan-jalan protokol di Banten. 

"Kami (BPTD) sebenarnya kewenanganya hanya di jalan nasional, tapi truck ODOL juga banyak ditemukan di jalan-jalan protokol yang kewenanganya ada pada Dinas Perhubungan Kota, Kabupaten atau Provinsi," tuturnya.

Endi menambahkan, normalisasi secara umum di Banten belum dapat dilakukan secara maksimal. Lantaran, sebagian besar pengusaha truck menginginkan normalisasi trucknya dilakukan oleh pemerintah bukan dengan cara mandiri. 

"Yah memang itu tadi, karena area parkir yang sempit dan pemilik kendaraan tidak mentransfer barang yang lebih. Maka, lokasinya akan penuh dan membuat pelayanannya berhenti. Mustinya itu peringatan untuk pihak yang lain, sehingga kita bisa bersama-sama melakukan komitmen untuk melakukan pembenahan normalisasi," tandasnya. (man)