Print this page

Babak Baru Dugaan Proses Lelang Sewa Parkir di Tangsel, Gratifikasi?

Ilustrasi Ilustrasi

Catatan Redaksi

Penulis: Ahmad Eko Nursanto

detakbanten.com TANGSEL - Dugaan adanya indikasi gratifikasi dalam proses lelang sewa titik-titik parkir di Kota Tangerang Selatan, menjadi babak baru lagi terkait polemik proyek parkir di mata masyarakat.

Pasalnya, dalam pemberitaan beberapa media online, tersebar kabar pernyataan tantangan salah satu Lembaga Koalisi Masyarakat Pemantau Kebijakan (Kompak) yang menantang Kepala Dinas Perhubungan Kota Tangsel Purnama, untuk menandatangani surat pernyataan tidak terlibat dalam Gratifikasi dalam lelang proyek sewa parkir di beberapa titik.

"Kami menantang Kadishub Kota Tangsel Bapak Purnama Wijaya untuk menandatangani surat pernyataan bahwa dirinya tidak terlibat dalam gratifikasi pada kegiatan lelang sewa titik parkir di Kota Tangsel. Karena saya menduga, ada keterlibatan oknum pejabat dalam lelang tersebut," kata Ade Pratama Putra dilansir dari Zonabanten.com (Pikiran-Rakyat Media Network), Jumat 28 Agustus 2020.

Sementara itu Kadishub Tangsel Purnama memaparkan, selama proses lelang berjalan, pihaknya seringkali bertemu dengan beberapa pengusaha parkir. Bahkan, tambahnya, ada yang ingin menjegal agar proses lelang gagal.

"Hampir setiap hari, saya dan teman-teman Dishub terima tamu pengusaha parkir calon peserta lelang untuk minta penjelasan teknisnya. Ada 100 lebih para pengusaha parkir, tapi yang ikut tawar hanya 38 pengusaha, mungkin karena kurang modal untuk jaminan banknya. (Ada oknum pengusaha parkir) Pengen menang dalam lelang tapi modalnya kurang, kan aneh. Malah berusaha untuk menjegal agar gagal lelang dengan berbagai cara," kata Purnama Wijaya.

Merujuk dari pemberitaan tentang adanya dugaan gratifikasi dalam lelang sewa parkir di Dinas Perhubungan Tangsel, penulis ingin mengingatkan kembali undang-undang dan potensi terjadinya Gratifikasi dan Korupsi dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah.

Untuk diketahui sumber-sumber potensial Korupsi dalam Pengadaan Barang/Jasa adalah, Pemberian suap, penggelapan, Pemalsuan, Pemerasan, Penyalahgunaan Jabatan/Wewenang, Pertent Kepentingan/Memiliki Usaha Sendiri, Pilih Kasih (Favoritisme), Komisi, Nepotisme, Kontribusi/Sumbangan Illegal. Ada beberapa sumber hukum adalah, UU No. 28 Th. 1999 ttg Penyelenggaraan Negara yg Bersih & Bebas KKN, UU No. 11 Th. 1980 ttg. Tindak Pidana Suap, UU No. 1 Th. 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana.

Persekongkolan tender adalah perbuatan pelaku usaha lain untuk menguasai pasar dengan cara mengatur dan/atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat atau persaingan curang. Tender proyek adalah suatu kegiatan dimana Pemerintah melibatkan pengusaha dalam suatu kegiatan pengadaan barang, jasa konstruksi serta jasa lainnya.

Larangan gratifikasi diberlakukan terhadap kegiatan tender “proyek baik fisik maupun pengadaan barang dan jasa”. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintahan dalam Pasal 6 huruf h sudah ditegaskan bahwa para pihak yang terkait dalam pelaksanaan proyek tidak dibenarkan “menerima hadiah”, “imbalan”, “komisi”, dan “tidak menawarkan dan menjanjikan” kepada siapapun khususnya yang diduga berkaitan dengan kegiatan proyek maupun pengadaan barang dan jasa.

Gratifikasi merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh Undang- undang terutama aturan anti korupsi di Indonesia. Hal ini sudah ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam Pasal 5 di mana gratifikasi merupakan pemberian yang dilarang baik berupa benda berwujud maupun tidak berwujud, berupa fasilitas, tiket dan hotel maupun aspek yang terkait dengan pemberian hak dan fasilitas.

Dalam dugaan tender sewa parkir di Dishub Tangsel, adakah proses penentuan rekanan ada proses seleksi lelang atas penawaran yang masuk dari calon rekanan. Mulai proses lelang inilah banyak terjadi hal- hal yang berujung dengan korupsi. Seperti adanya penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan berujung dengan korupsi.

Banyaknya keluhan tentang ketidakadilan dalam proses tender terjadi dalam berbagai proyek di daerah. Keluhan tersebut di sebabkan karena berbagai praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang terjadi antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan pemborong. Setiap proses lelang untuk suatu kegiatan banyak celah yang dapat digunakan untuk menjadi pemenang, baik dengan cara penyalahgunaan wewenang, pemalsuan, sampai dengan cara kekerasan fisik (mengintimidasi).

Praktek yang sering terjadi dalam proses tender adalah pihak pejabat pembuat komitmen (PPK) dan panitia lelang berupaya mengakomodasi kepentingan pihak-pihak tertentu dan menghasilkan keputusan yang merugikan para pihak yang terlibat dalam proses tender.

Akomodasi kepentingan dapat bermanifestasi dalam bentuk praktek korupsi atau penyuapan ( bribery ), “nepotisme” atau “kroniisme” yang memberikan privilege pada pihak tertentu yang mendorong pihak tertentu memenangkan proses tender.

Menurut Undang-Undang No. 31 tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 tahun 2001
1. Pidana maksimal & minimal
2. Pidana badan hukuman mati
3. Pidana denda minimal Rp 50.000.000,- maksimal Rp 1 Milyar
4. Penyidik : Kejaksaan, Kepolisian,Tim Gabungan
5. Masyarakat memiliki peran serta aktif dalam membantu upaya pencegahanTindak Pidana Korupsi (TPK)

 

Dari paparan penulis diatas, Apakah ada indikasi dugaan gratifikasi dalam proses lelang sewa parkir di Tangsel? pastinya dugaan ini nanti akan dibuktikan oleh Aparat Penegak Hukum, jika dugaan ini menjadi laporan yang masuk ke meja APH.