Print this page

Dianggap Abuse Of Power, Aktivis Laporkan Pj.Gubernur Banten Ke Mendagri

Dianggap Abuse Of Power, Aktivis Laporkan Pj.Gubernur Banten Ke Mendagri

detakbanten.com, Jakarta - Elemen masyarakat Banten yang tergabung dalam Jaringan Nurani Rakyat Banten, sambangi Kantor Kementerian Dalam Negeri di Jakarta pada Jum'at (20/01/2023) untuk mengadukan Pj.Gubernur Banten, Al Muktabar kepada Mendagri atas terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 45,46,47 dan 48 Tahun 2022 yang diduga melanggar Peraturan Perundangan dan melebihi kewenangan Penjabat Gubernur.

Ketua Jaringan Nurani Rakyat Banten, Ade Yunus menjelaskan bahwa Peraturan Gubernur Tanpa Dasar Peraturan Daerah Secara teoritis maupun normatif hal tersebut menyalahi kedudukan hukum peraturan perundang-undangan terhadap hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

"Peraturan Gubernur sebagai peraturan pelaksanaan dapat dibentuk ketika terdapat peraturan pokoknya didaerah yaitu Peraturan Daerah, Perdanya kan masih dibahas di DPRD, ini malah terbit Pergubnya duluan, dalam hukum positif tidak Dibenarkan Pergub Mendahului Perda," Jelas Ade melalui keterangan tertulisnya, Jum'at,(20/01/2023).

Pria yang dikenal sebagai aktivis kritis di Banten tersebut menambahkan bahwa Kedudukan Peraturan Gubernur secara hierarki Perundang-undangan merupakan Peraturan Pelaksana dari Peraturan Daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 246 pada Ayat (1) “untuk melaksanakan Peraturan Daerah atau kuasa peraturan perundang-undangan, kepala daerah menetapkan
Perkada/Peraturan Gubernur”.

"Apabila Peraturan Gubernur dipaksakan berlaku dan mendahului Peraturan Daerah maka akan menjadi preseden buruk serta
merusak tatanan hukum dalam hierarki peraturan perundang-undangan," Tegasnya.

Menurut Ade dalam Peraturan Gubernur Banten Nomor 45,46,47 dan 48 Tahun 2022 disebutkan pada konsideran menimbang huruf a. bahwa untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyederhanaan Struktur Organisasi pada InstansiPemerintah untuk Penyederhanaan Birokrasi perlu diatur dalam suatu regulasi;

Bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyederhanaan
Struktur Organisasi pada Instansi Pemerintah pada Pasal 20 mengenai Ketentuan Penutup disebutkan bahwa ; “Penyederhanaan Struktur Organisasi pada Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini dilaksanakan paling lambat sampai dengan
tanggal 30 Juni 2021”

Untuk diketahui bahwa berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor. 50/P Tahun 2022 Tentang Pengangkatan PenjabatGubernur dengan lampiran No.1.An. (Al.Muktabar,.M.Sc.) disahkan pada tanggal 9 Mei 2022.

"Penyederhanaan Struktur Organisasi pada Instansi Pemerintah bila mengacu dalam Peraturan Menteri ini telah melewati batas waktu dan mestinya dilakukan oleh Gubernur Banten pendahulunya pada Tahun 2021 yang lalu bukan oleh Penjabat Gubernur saat ini," Ungkapnya.

Ade juga menyoroti bahwa dalam Peraturan Gubernur Banten Nomor 45,46,47 dan 48 Tahun 2022 disebutkan pada konsideran menimbang huruf b. bahwa untuk penyederhanaan struktur organisasi di Provinsi Banten, telah disetujui Menteri Dalam Negeri melalui surat Nomor 100.2.2.6/8786/OTDA tanggal
6 Desember 2022 Perihal Rekomendasi Rancangan Peraturan Gubernur.

Sementara berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyederhanaan Struktur Organisasi pada Instansi Pemerintah pada Pasal 15 Ayat 1 huruf d. “berdasarkan pertimbangan tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud pada huruf c, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri memberikan Persetujuan Penyederhanaan Struktur Organisasi kepada gubernur untuk dilakukan Penyederhanaan Struktur Organisasi.

"Surat dari Mendagri yang dimaksud adalah Rekomendasi Rancangan Peraturan Gubernur, bukan Persetujuan Peraturan Gubernur," tukasnya.

Ade menganggap bahwa bila Peraturan Gubernur tersebut belum mendapatkan Persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri, maka Surat Perintah Gubernur Banten tentang penunjukan Plt sejumlah pejabat di lingkungan Pemprov Banten Tidak berlaku dan gugur secara hukum.

Bila Pergub Banten yang dipaksakan tersebut berlaku maka akan berdampak dan mempengaruhi pada banyak hal tatanan pemerintahan Provinsi Banten.

"Peraturan Gubernur dilakukan sepihak oleh Penjabat Gubernur kecenderungan terjadi abuse of power (penyalahgunaan wewenang) yang dilakukan Penjabat Gubernur, menimbulkan ketidakpastian hukum, tidak terlaksana secara efektif dan efisien, serta disfungsi hukum, artinya hukum tidak dapat berfungsi memberikan pedoman berperilaku kepada pegawai, pengendalian sosial, penyelesaian sengketa dan sebagai sarana perubahan sosial secara tertib dan teratur," paparnya.

Dampak yang sangat fatal dan krusial atas berubahnya nomenklatur dan SOTK, akan berdampak pada terhambatnya pelaksanaan, capaian dan target kinerja dalam mensukseskan Program RPJMD Transisi dan RPJP Provinsi Banten yang kemudian berdampak pada terganggunya RPJMD Kota/Kabupaten dan RPJMN 2020-2024.

"Baiknya Penjabat Gubernur fokus saja pada Tugas Pokok dan Fungsi melaksanakan program RPJMD dan RPJP serta menjaga kondusifitas pemerintahan hingga terpilihnya gubernur definitif nanti," Pungkasnya.

Hingga berita ini diturunkan, menurut informasi yang didapat, bahwa pada hari yang sama Penjabat Gubernur Banten Al Muktabar sedang di Kemendagri untuk mengikuti Evaluasi rutin Triwulan atas pelaksanaan penilaian Penjabat Kepala Daerah.