Print this page

Proyek Megah PIK II, Duka Bagi Warga Teluk Naga

Proyek Megah PIK II, Duka Bagi Warga Teluk Naga
detakbanten.com TELUK NAGA - Proyek megah yang digadang-gadang oleh pemerintah sejatinya harus untuk kesejahteraan masyarakatnya. Namun keadaan tersebut berbanding terbalik dengan pembangunan Pantai Indah Kapuk II yang menyisakan duka bagi warga Desa Tanjung Burung, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang.
 
Kurang lebih seluas 486 hektar Desa Tanjung Burung perlahan mulai digerus oleh megahnya proyek PIK II, yang sangat ironi nya lagi, tanah milik masyarakat pun harus dihargai Rp 90.000 permeternya yang jauh dari standar harga layak.
 
Nurhadi salah satu Jaro mengatakan, ia beserta warga yang lain pun hanya bisa pasrah dengan urugkan yang saat ini sedang berlangsung di empang tempat warga mengais rezeki.
 
"Kita cuma bisa pasrah, kita orang kecil bisa apa lawan mereka," ketusnya dengan wajah murung kepada awak media, Jumat (12/6).
 
Ia mengatakan, pengurug kan yang kini sedang berlangsung di atas empang tersebut belum sepenuhnya tanah dibeli oleh pengembang.
 
"Tanah atau empang yang lagi diurug ini belum dibeli oleh pengembang, orang harganya aja gak cocok," katanya.
 
Salah satu mantan ketua RT di RW 08 Desa Tanjun Burung, Tumpang menambahkan, sebulan terakhir ini sudah ratusan hektar lahan produktif berupa empang bandeng diurug oleh pengembang. Padahal ada beberapa lahan milik warga di tengah-tengah lahan yang diurug itu belum dibayar. 
 
Tak hanya itu, sekitar 340 lebih rumah warga juga sudah mulai terancam. Akibat pengurugan yagn dilakukan pengembang ini, air empang meluap hingga merendam rumah warga. Namun sayangnya tidak ada pemerintah yang hadir baik tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten untuk membantu warga. 
 
"AKibat pengurugan empang yang dilakukan pengembang, hampir sebagian besar rumah warga terendam banjir, karena air empang meluap," ujar RT Tumpang.
 
Ia berharap, kepada pemerntah untuk melindungi warga Tanjung Burung. Jika tidak, warga terpaksa harus kehilangan tempat tinggalnya karena rumah mereka digusur pengembang dengan harga yang sangat murah. Sementara pembayaranya sendiri dilakukan dengan cara dicicil.
 
"Rumah kami cuma dihargai Rp 90.000  permeter. Jika tidak dijual, langsung dipagar oleh sekelompok orang. Lantas kami akan pindah kemana? sekarang harga lahan segitu sudah tidak ada," ujar Tumpang.
 
Pantauan awak media di lokasi, ratusan mobil truk tanah lalu-lalang di area pengurugan, untuk terus membangun proyek megah tersebut.