Kepala kantor BPN Kabupaten Tangerang Gembong Joko Waryanto menerangkan, hingga saat ini BPN belum menerima pengaduan dari masyarakat khusus warga desa Tanjung Burung yang merasa terdampak tanahnya , karena proyek PIK 2. Seperti pemberitaan di media online detakbanten.com.
“Saya juga kaget, selama saya disini (read_BPN) belum ada pengaduan masyarakat terkait keluhan seperti dalam pemberitaan tersebut,” ujar Gembong saat memberikan klarifikasi diruang kerjanya kepada detakbanten.com, Senin (16/6/2020).
Gembong juga meminta kepada warga desa Tanjung Burung yang merasa status tanahnya terdampak dengan adanya proyek PIK 2 tersebut untuk melaporkan ke BPN dengan membawa data-data hak atas tanah miliknya.
“Silahkan bawa data tanahnya ke kami, nanti akan kami tindaklanjuti,” katanya.
Menurut Gembong pihak pengembang yang telah mengusai bidang tanah yang mereka kerjakan tentunya sudah berpedoman pada Tata Ruang dan Ijin Lokasi, sehingga pengembang bisa mendapatkan hak atas tanahnya. Untuk ijin lokasi tentunya berdasarkan ketentuan yang mengeluarkan adalah Pemerintah Kabupaten Tangerang, dan untuk Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) pastinya ada di Pemkab Tangerang sehingga pihak pengembang mendapatkan ijin lokasi tersebut guna pembangunan proyek PIK 2 dari Pemerintah Kab.Tangerang.
Keterlibatan BPN dalam mengeluarkan surat hak atas tanah untuk pengembang maupun masyarakat secara unum, setelah semua persyaratan dan perijinanan atau regulasi sesuai ketentuan peraturan perundangan, jelas Gembong. untuk pembebasan tanah atau pembebasan lahan di lokasi tersebut hal itu diluar kontrol BPN , mengingat ijin lokasi bukan diterbitkan oleh BPN ( perolehan tanah oleh pengembang dimanapun di dasarkan pada Ijin Lokasi).
“Memang seperti Pertimbangan Tekhnis Pertanahan ada pada kami ( Kantor Pertanahan ), tapikan setelah ada ijin Prinsipnya baru ada ijin lokasi, kesesuaian dengan di tata ruang adalah menjadi kata kunci utamanya, manakala Ijin Lokasi ya diterbitkan oleh Pemkab sudah sesuai denga tata ruang Kabupaten Tangerang, provinsi atau nasional, menurut saya ga ada yang salah,” ungkapnya.
Baca berita sebelumnya:- Proyek Megah PIK II, Duka Bagi Warga Teluk Naga
Terkait dengan sudah berjalan proyek PIK 2,sementara ini regulasi tata ruang masih menggunakan Perda 13 tahun 2011 yang dikeluarkan oleh Pemkab Tangerang. Jadi apa yang menjadi keluhan warga akan bisa terlihat dengan status tanahnya dengan menunjukan data- data yg dimiliki oleh Masyarakat Lanjut Gembong, kalau masalah pantai utara (Pantura)itu luas, dimana lahannya yang menjadi permasalahan.
"Bila sudah ditunjukkan titik lokasi yang dianggap masalah, BPN bisa menunjukan datanya, apakah sudah diterbitkan HGB nya atau belum. Apakah masih hak masyarakat yang sudah dilepaskan atau belum, terlihat dari peta kerja pendaftaran tanah," tukasnya.
Gembong kembali menegaskan masalah perijinan dalam proyek PIK 2 oleh pengembang saat ini, semestinya sudah ada. Dirinya juga belum melihat secara fisik, seperti apa lokasi dan titik lokasinya namun dirinya yakin kalau pihak pengembang sudah memenuhi regulasi perijinan sehingga berani melakukan pengerjaannya.
"Logika saya sebuah pengembang dia sudah mengolah tanahnya tentu semua perijinan sudah dikantongi tentunya. Bukan asumsi tapi berdasarkan analogi hukum, masa iya tanah orang dicangkul, tanpa ijin," tegasnya.
Gembong berharap ketika ada warga yang memiliki keluhaan terhadap tanahnya dengan data tanah dimiliki BPN akan memediasi dan menindaklanjutinya.
“Ya pastilah kita akan memberikan jawaban tanggapan, apa yang menjadi keluhan masyarakat, apa lagi terhadap pelayanan.” Pungkas Gembong kepada detakbanten.com