Print this page

Anggota DPRD Tangsel Ini Sebut Isolasi Mandiri Berpotensi Menyebarkan Wabah

Anggota DPRD Kota Tangsel, dokter Shinta W Chairuddin. Anggota DPRD Kota Tangsel, dokter Shinta W Chairuddin.

detakbanten.com, TANGSEL-Anggota DPRD Kota Tangsel Shinta W Chairuddin mengatakan, tingginya angka penularan Covid-19 di Tangsel, telah menimbulkan penuhnya rumah sakit di Kota Tangsel. Akibatnya, banyak pasien Covid yang mau tidak mau harus melakukan isolasi mandiri (Isoman) di rumah.

Namun sangat disayangkan, kurangnya pemahaman medis pihak keluarga dan juga pasien yang tengah melakukan Isoman di rumah, justru membahayakan bagi pasien itu sendiri dan juga keluarganya.

Menurut Shinta yang juga seorang dokter ini, dalam merawat pasien Covid-19 yang tengah melakukan Isoman, banyak yang kurang peduli menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).

“Isolasi mandiri setelah kami kaji juga berbahaya. Karena semua serba terbatas. Seperti ruangan, alat, obat, ilmu dan skill juga tenaga kesehatan. Sehingga potensi penularan itu besar. Jangankan orang yang miskin, yang menengah ke atas juga binggung pembagian zona merah dan hijau di dalam rumah mereka,” kata Shinta, Selasa (13/7/2021).

Ia menjelaskan, minimnya pemahaman medis dalam melakukan perawatan Isoman kini tengah menjadi kegelisahan banyak dokter dan tenaga medis.

“Tulisan dr Patrianef Darwis membantu menjelaskan kegelisahan saya dan banyak tenaga kesehatan lainnya. Inilah mengapa pentingnya perluasan Puskesmas lewat diadakannya rumah isolasi dan rumah sehat per RW. Itu sesuatu yang sangat dibutuhkan sekarang ini,” ungkapnya.

Shinta sebutkan, banyak hal yang benar-benar tidak dipahami oleh masyarakat, terutama bagi keluarga yang tengah merawat anggota keluarganya yang menjadi pasien Covid-19.

“Kesadaran mereka dalam mengunakan APD lengkap dalam merawat keluarga mereka, dan pembersihan APD atau cara membuang limbahnya, juga belum paham,” terang Shinta.

“Belum lagi ketidakpahaman mereka tentang tanda-tanda kedaruratan. Berapa banyak yang saturasinya drop baru mencari pertolongan, dan sudah berapa banyak yang meninggal dirumah mereka sendiri?” Tambahnya.

Maka dari itu, Shinta terus mendorong agar aula maupun gedung pertemuan serta fasilitas lainnya bisa digunakan sebagai rumah Isoman.

“Maka usulan mengunakan aula-aula, gedung pertemuan, sekolah, ruko kosong atau rumah rumah kosong yang direlakan untuk digunakan sebagai rumah isolasi, suatu yang harus dipertimbangkan secara serius,” jelasnya.

Puskesmas, kata Shinta, tetap sebagai komandonya untuk rumah sehat atau rumah Isoman per RW. Bahkan bisa juga rumah Isoman untuk pasien Covid perkelurahan ada 3 atau 4 titik.

“Kordinasi dengan puskesmas dan RS, Satgas dan pemerintahan setempat. Saat ini kita berpacu dengan waktu. Dan ini masalah nyawa. Kecepatan virus menginfeksi dan menyebabkan kesakitan serta kematian tidak berbanding lurus dengan kesigapan dan kesiapan. Semua kebijakan harus berdasarkan data pasti,” pungkasnya. (Dra).