Print this page

Mungkinkah Para ‘Malaikat Hukum’ Sedang Beraksi di Kasus Karaoke dan Spa Venesia

Mungkinkah Para ‘Malaikat Hukum’ Sedang Beraksi di Kasus Karaoke dan Spa Venesia

detakbanten.com TANGSEL - Kasus tempat Karaoke dan Spa Venesia terus bergulir dimeja hijau Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, jeratan hukum Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan prostusi jadi tuntutan para jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dan Kejaksaan Agung RI untuk membuat para tersangka mendapat ganjaran atas perbuatannya.

Dikasus ini, ada enam orang terdakwa yakni Taufik Triatno sebagai Marketing, Rifa Abadi sebagai manager operasional karaoke, Yatim Suarto sebagai General Manager Spa dan karaoke, dan ke tiga mucikari masing-masing Karlina Alias mami Gisel, Astri Mega Purnamasari alias Mami, dan Yana Rahmana.

Dalam dakwaan JPU, para terdakwa diancam pidana Pasal 2 ayat (2) juncto Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomer 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau melanggar Pasal 12 juncto Pasal 48 ayat (1) UU 21 tentang pemberantasan TPPO juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau melanggar pasal 296 KUHP tentang tindak pidana orang yang melalukan cabul dengan orang lain dan dijadikan mata pencaharian.

Disidang ke dua dengan agenda mendengar keterangan saksi dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU), salah seorang saksi pelapor dari pihak unit penindakan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Mabes Polri bernama Daniel menyebut, salah satu fakta TPPO di Karaoke dan Spa Venesia ialah para korban mendapat eksploitasi. Sebab, yang didapat tak sebanding dari harga penjualan voucher.

"Hasil wawancara (dengan para pemandu lagu atau LC) mereka hanya dapat keuntungan Rp400 hingga Rp500 dari satu vocer yang dibeli tamunya. Ini pihak Venesia dapatnya lebih besar daripada korban," kata Daniel, dalam kesaksiannya, Kamis (3/6/2021).

Sebagaimana dijelaskan Daniel didepan para jaksa dan hakim, dalam penyidikan dan pemeriksaan diketahui pihak manajemen Karaoke Venesia membuat dua kategori layanan perempuan pemandu lagu atau Ladies Companion (LC). Pertama LC standar dengan tarif voucher Rp1,1 juta, ke dua LC model dengan tarif voucher Rp1,3 juta.

Disisi lain, dosen hukum pidana Universitas Pamulang (Unpam), Halimah Humayrah Tuanaya yang menyoroti kasus ini, mempertanyakan terkait penyertaan pemegang izin tempat Karaoke dan Spa tersebut dalam proses pra penuntutan dan penyidikan.

Halimah mengatakan, dalam dakwaan yang dibacakan penuntut umum dalam persidangan, para pembesar korporasi tersebut dengan tegas disebutkan setiap hari menerima laporan tentang dari Yatim Suarto selaku GM sebagai penanggung jawab terhadap pengoprasian tempat Karaoke dan Spa Venesia.

Menurutnya, dakwaan tersebut menunjukkan bahwa tindak pidana ini dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi, dan tindak pidana itu juga telah dilakukan secara sistematis dalam kerangka hubungan kerja.

“Maka dengan demikian, sudah sepatutnyalah korporasi dan pengurusnya dipandang sebagai pelaku TPPO (human traficking),” kata Halimah, kepada sejumlah awak media, ketika menanggapai perihal terkait, melalui pesan berantai Aplikasi WhatsApp, Jum’at (4/6/2021).

Halimah beranggapan terdapat kekeliruan, bahkan dia mensinyalir terdapat unsur kesengajaan dalam proses pra penuntutan atau pun dalam proses penyidikan.

Pasalnya, kata Halimah, dalam proses penanganan persoalan hukum, penuntut umum memiliki wewenang untuk memberikan petunjuk kepada penyidik terkait penyidikan suatu peristiwa pidana.

Dikatakannya, penuntut umum dalam perkara ini, seharusnya memberikan petunjuk agar pemilik korporasi baik Komisaris dan Direktur dari PT Citra Persada Putra Prima selaku pemegang izin dari tempat Karaoke dan Spa Venesia juga turut disertakan untuk dimintai pertanggungjawaban.

“Sehinga jika pertanyaannya “Apakah enam orang terdakwa ini dikorbankan?”, “Apakah ada tendensi untuk melindungi pemilik venesia?” hal itu mungkin saja. Sebab pada dasarnya ketentuan pidananya memungkinkan untuk menyeret juga korporasi yang memegang izin operasional Venesia berikut juga dengan pengurusnya, tapi toh tidak dilakukan. Kenapa?,” tegas Halimah.

Lebih lanjut, Halimah menjelaskan, dalam persidangan pembacaan dakwaan yang digelar Kamis pekan lalu, selain UU TPPO, muncul juga pasal tentang prostitusi, tepatnya Pasal 296 KUHP.

Menurutnya, Pasal 296 KUHP bukanlah pasal yang mengatur mucikari atau orang yang mengambil keuntungan dari pelacuran. Tetapi delik tentang perbuatan memfasilitasi prostitusi, seperti mengadakan tempat-tempat pelacuran.

“Hal ini merupakan bentuk kehati-hatian penuntut umum, untuk menghindari terdakwa bebas akibat sulit dibuktikannya dakwaan TPPO, sehingga dibuat dakwaan alternatif. Walaupun muncul alternatif, yang memang memiliki konsekuensi dimungkinkannya penuntut umum untuk memilih TPPO atau prostitusi dalam tuntutannya nanti. Semua kembali pada integritas penuntut umum dan tanggung jawabnya terhadap masyarakat,” terangnya.

Sementara, ketika dikonfirmasi mengenai pra penuntutan, baik pihak dari Kejagung maupun dari Kejari Tangsel tampak saling lempar tanggung jawab.

“Ya kesana saja (Kejari Tangsel)! Karena sudah dilimpahkan kesana. Jadi kesana saja!,” singkat Kepala Subdirektorat Media dan Humas Kejagung, Muhammad Isnaini, di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (3/6/2021).

Terpisah, Kepala Sesksi Intelijen Kejari Tangsel, Ryan Anugrah, menegaskan bahwa proses pra penuntutan berada di Kejagung.

“Kalau dia bilang di Tangsel ya betul di Tangsel sudah dilimpahkan ke pengadilan. Kan udah bener. Pra penuntunanya kan di sana (Kejagung), yang namanya udah dilimpah ke sini dari Kejagung itu berarti sudah tanap dua di sini untuk siap disidangkan disini,” tegasnya, Jum’at (4/6/2021).

Lebih jauh, hingga kini, Bareskrim Polri belum dapat dikonfirmasi perihal proses penyidikan, meski awak media sudah berusaha menghubungi via telepon seluler salah seorang yang berwenang perihal terkait.

Mungkinkah dalam kasus ini banyak pertimbangan oleh para "Malaikat Hukum" sehingga sang juragan bisa duduk di kursi goyang dengan tenangnya. Yang pasti Keadilan Tuhan nanti akan berlaku di satu masa.(Kibo/red)