MELARANG MAKAN DAN MINUM BAGI BALITA, PT KAI LANGGAR HAM

Ilustrasi** Ilustrasi**

detakbanten.com  JAKARTA - Peraturan larangan merokok dan makan-minum bagi penumpang angkutan umum, khususnya bagi pengguna jasa angkutan PT Kereta Api Indonesia (KAI) layak mendapat apresiasi yang tinggi. Namun, bila larangan makan dan minum juga berlaku bagi anak dibawah umur alias Balita, tentunya patut dipertimbangkan kembali.

Kejadian yang menimpa Ari Aprianto, seorang warga Cipinang Pulo Maja RT.009/RW.011 No.5 Kelurahan Cipinang Besar Utara, Jatinegara Jakarta Timur pada hari Sabtu petang (24/01/ 2015) membuat marah banyak orang kepada petugas PT KAI. Pasalnya, anaknya yang berumur 1,5 tahun menangis kelaparan di dalam Kereta Api, namun dilarang makan dan minum oleh petugas (pengawas) PT KAI, meski sekadar makan puding.

Ari menjelaskan, kronologis kejadian di KRL Jabotabek pada 24 Januari 2015. Ketika itu, dari Stasiun Jatinegara, Ari mengajak anaknya yang berumur 1,5 tahun hendak pergi ke Palmerah. Mengingat waktu sudah siang, diperjalanan Ari bermaksud memberikan makan pada anaknya. Namun, karena ada larangan makan di dalam Kereta Api, maka ia pun berinisiatif hanya memberikan anaknya makan puding, namun dilarang petugas pengawas. Bahkan, ketika Ari hendak memberikan minum sebotol susu pun, petugas tersebut tetap bergeming. Kejadian tersebut sontak membuat marah seluruh penumpang yang melihatnya.

"Siang itu, tanggal 24 januari 2015 saya dan anak saya yang baru berumur 1,5 tahun hendak menuju Palmerah dari stasiun Jatinegara. Sekitar pukul 14.00 WIB kereta datang, dan kami pun naik ke gerbong dan duduk di bangku ke 2 Sisi kiri dari arah kereta atau gerbong ke 7 dari depan. Karena sudah waktunya makan siang untuk anak saya, (tapi ada aturan untuk tidak makan dan minum di dalam kereta), maka anak saya hanya saya beri puding untuk sekedar mengganjal perutnya. Tiba-tiba, saya ditegur dengan sopan oleh Security Walka untuk tidak makan di kereta.

Namun, begitu saya beri tahu bahwa anak saya belum makan dan hanya sekedar memberi puding, petugas itu pun memberi dispensasi, lalu saya lanjut menyuapi anak saya. Tak lama kemudian, petugas Walka saya lihat ditegur oleh petugas berpakaian PT.KAI dengan nama SUDRADJAT, kemudian petugas Walka kembali menghampiri saya dengan sopan, dan beliau melarang kembali. Karena petugas sopan,saya pun bertanya padanya,bila memang tidak boleh anak saya makan,bagaimana bila saya kasih susu botol ?," papar Ari.

Dijelaskan Ari, sambil melihat melihat ke arah Sudradjat, dia pun meminta maaf pada saya untuk tetap tidak makan dan minum walau untuk anak kecil sekalipun. Saya tahu si petugas Walka sepertinya takut dengan Sudradjat. Ini karena ada petugas cleaning service pun mencium tangan Sudrajat ketika berpapasan, dan Sudrajat tetap memperhatikan dan mengawasi saya sampai stasiun senen.

Beberapa penumpang di samping dan di depan saya pun sempat marah pada SUDRADJAT dan menghardik beliau sampai dia pindah ke sisi ujung antara gerbong 6 dan 7 sambil terus memperhatikan saya sampai stasiun senen.

"Saya pun memberi pengertian untuk anak saya untuk tidur, lalu dia pun tertidur. Setelah di stasiun Senen, saya sudah tidak melihat Sudradjat lagi, sampai stasiun Tanah Abang. Saking penasarannya, sambil turun untuk berganti Kereta keJalur 5 dan 6, saya pun bertanya pada Asisten Masinis KRL yang saya tumpangi bahwa tadi di KRL yang saya pakai dilarang untuk memberi makanan kecil atau pun susu pada anak saya. Dan, dia pun (Asisten Masinis) bilang, bila untuk anak kecil tetap mendapat dispensasi dan di-izinkan untuk makan dan minum, apalagi susu," imbuh Ari.

Ari pun akhirnya kebingungan sekaligus kesal, bagaimana sebenarnya, dan mana yang benar ?
Padahal sepenetahuan Ari, banyak juga penumpang dewasa yang makan dan minum di dalam rangkaian KRL tapi tidak ditegur. "Dan yang saya lihat petugas Walka lebih banyak di gerbong wanita. Mereka tidak membantu mencarikan tempat duduk prioritas untuk yang memang punya hak duduk di bangku prioritas. Bahkan, banyak ibu hamil dan ibu yang membawa anak, atau pun penyandang cacat tidak di arahkan untuk menempati tempat duduk prioritas.

"Itu mereka seakan cuek atau asyik di gerbong khusus wanita. Untungnya banyak dari penumpang yang masih punya hati untuk memberikan bangkunya pada mereka yang berhak mendapatkan prioritas.

Ari berharap, agar kejadian yang menimpa dirinya dan anaknya menjadi perhatian dan pertimbangan dan masukan agar PT. KAI memberikan pelayanan yang lebih baik. Karena apa yang menimpanya adalah pelanggaran HAM.

 

 

Go to top