Nasibmu Sama Jay, Ngejomblo

Nasibmu Sama Jay, Ngejomblo

Ku tidur di dalam pelukanmu

Di antara rambut mu yang terurai

detaktangsel.com- CELOTEH, Suara angin menderu. Menyatu dengan kepak sayap kalong. Binatang malam ini terbang memutari pohon mangga dan jambu di depan rumah.

Ujang tidak bisa tidur. Ia duduk sambil memandang bulan purnama. Tidak sepatah kata keluar, diam membisu.

Entah, pikiran Ujang melayang ke mana. Entah sedang merindukan Widuri. Atau sedang memikirkan nasibnya yang tidak kunjung beruntung.

Tidak mengantuk bukan kebiasaan Ujang. Sebaliknya Ujang biasa tidur setiap pukul 20.00. Maka, sungguh sangat mengherankan ketika melihat Ujang duduk di teras rumahnya, dengan pandangan kosong.

Semilir angin makin membuat Ujang larut dalam pandangan yang kosong. Sekali-kali pria ini berguman sendiri sambil memandang awan yang diterangi bulan purnama dan bintang gemitang.

"Wahai Gusti Allah......," guman Ujang sembari menarik napas panjang.

Dia bangkit melangkah dan berdiri sejenak. Tanpa sadar memutari teras. Lalu, berhenti. Menarik napas panjang dan menghirup udara malam. Tak ketinggal, sebatang rokok kretek menempel di bibirnya.

"Ham, Hamdani. Ham, Hamdaniiiiii....! Ujang memanggil keponakannya. "Tolong bikini kopi!"

"Oh ya, sekalian ambilin laptop."

Malam semakin larut. Perasaan Ujang pun makin gunda gulana.

Secangkir kopi dan laptop telah tersaji di atas meja. Ujang beranjak ke kursi rotan. Sambil membuka dan menyalakan laptop, meminum kopi.

Kehangatan secangkir kopi tidak mampu mengusir kegundahan Ujang. Hamdani juga terpengaruh kondisi psikologis pamannya tersebut.

Hamdani sangat memperhatikan gerak-gerik Ujang. Karena merasa kasihan, Hamdani mencoba memecahkah keheningan malam. Ia memberanikan diri bertanya masalah yang menjerat Ujang.

"Ada apa dan mengapa perilaku paman begitu aneh. Tidak suara, narik napas panjang, dan pandangan kosong?" tanya Hamdani.

Ujang tidak langsung menjawab. Sebaliknya beranjak dari kursi. Berdiri sambil tolak pinggang. Lalu, diselingi telunjuk jarinya ditempelkan di kening kepala.

"...........oh Gusti Allah."

Mendengar Ujang berguman, Hamdani diam dan tidak berani bertanya lagi. Hamdani pun mulai terpengaruh suasana yang membisu. Angin menyemilir menambah suasana makin tenang.

Hanya gesekan ranting pohon mangga dan jambu yang terdengar akibat tiupan angin. Sementara suara jangkrik, kodok, dan binatang lainnya seakan menjadi nyanyian malam yang sendu.

"Ham, paman tidak ada masalah apa-apa. Paman hanya bermasalah dengan tidak bisa tidur saja. Akhirnya gara-gara tidak bisa tidur, jadi masalah."

"Heeemmmm...," sahut Hamdani. "Ah tidak mungkin, paman pasti ada masalah krusial sehingga berdampak secara psikologis."

"Paman kelihatan bingung, gunda, dan galau," sambung Hamdani.

"Ham.....Ham, sok tahu. Paman gak ada masalah apa-apa kok."

Suasana agak berubah ketika hadir Mbah Jay. Pria jomblo yang sempat memelihara rambut sebahu ini baru pulang kerja.

Dengan penampilan rambut cepak, Mbah Jay singgah saat melintas dan melihat Ujang dan Hamdani belum tidur.

"Bro belum tidur, tumben," sapa Mbah Jay sambil nangkring di atas sepeda motor dengan mesin masih menyala.

"Mampir, ngopi dulu!" seru Ujang.

"Ya, boleh juga," sahut Mbah Jay sembari mematikan dan memarkirkan sepeda motor.

Mbah Jay melangkah memasuki halaman rumah Ujang dan langsung duduk di kursi rotan. Hamdani pun dengan cepat menyajikan secangkir kopi.

Tanpa menunggu dipersilakan, Mbah Jaya langsung menyeruput kopi yang masih panas itu. Lalu, ia mengambil rokok kretek milik Ujang. Dinyalakan dan diisaplah sebatas rokok penuh nikmat.

Ujang memuji etos kerja Mbah Jay. Hingga larut hanya sekadar memburu berita.

"Aku salut sama kamu, Jay. Sambil kuliah, cari nafkah. Jadi wartawan pula," kata Ujang. "Sosok seperti kamu termasuk langka."

Mbah Jay hanya mendengarkan. Ia asik mengisap rokok dan menyeruput kopi. Seakan ia sengaja tidak menaruh perhatian atas pujian yang diungkapkan Ujang.

Akhirnya Mbah Jay buka suara juga. Spontan ia bicara bahwa dirinya biasa-biasa saja. Tidak punya kelebihan spesifik kecuali belum punya pacar, jomblo.

Ujang berdehem kali sekian. Ia tidak menyahuti ungkapan Mbah Jay. Bahkan, Ujang hanya tersenyum.

"Jay, nasibmu sama dengan nasibku. Sama jomblo seusia mendekati kepala empat," guman Ujang.

"He he he, tidak perlu jadi bahan pemikiran nasib kita, Jang. Juga tidak perlu dijadikan beban batin karena jomblo," ujar Mbah Jay.

Tiba-tiba Hamdani tertawa kecil sambil berteriak, "Goyang, Mang!"

Ternyata keinginan tidur di pelukan dan di antara rambut seorang wanita yang terurai tidak pernah kesampaian. Angan-angan itu yang angan-angan. Tidurlah tidur pagi terlalu pagi Mbah Jay, Kang Ujang.

 

 

Go to top

Joomla! Debug Console

Session

Profile Information

Memory Usage

Database Queries