Terkait Sekolah Gratis Harus Dilengkapi Regulasi

Terkait Sekolah Gratis Harus Dilengkapi Regulasi

detakbanten.com LEBAK - Terkait janji Gubernur Banten, Wahidin Halim pada saat kampanyenya terdahulu, tentang pendidikan gratis untuk SMA/SMK, hal ini berujung kebijakan yang membingungkan bagi beberapa kepala sekolah.

Hal ini ditindak lanjuti oleh Mochamad Ojat Sudrajat, salah seorang pemerhati pendidikan di Provinsi Banten, yang mana dirinya melayangkan surat aspirasi ke Wahidin Halim, tentang kebingungan kepala sekolah dan komite terkait pendidikan gratis tersebut.

Ketika dikonfirmasi detakbanten.com, Ojat mengatakan, secara perundang-undangan, partisipasi masyarakat dalam pendanaan pendidikan baik di tingkat pendidikan dasar maupun di tingkat pendidikan menengah, masih diperbolehkan dalam bentuk sumbangan.

"Saya melihat sekolah gratis menurut definisi Gubernur Banten adalah sekolah sudah tidak lagi diperbolehkan melakukan pungutan dalam bentuk apapun, namun berdasarkan aturan perundang-undangan masih diperbolehkan," tutur Ojat.

Aturan perundang-undangan yang dimaksud ialah pada Bab XIII pasal 46 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pasal 51 ayat (5) huruf (c) dan Pasal 55 PP Nomor 48 tahun 2008 tentang pendanaan Pendidikan.

Juga pada Permendikbud nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah Pasal 1 angka (5) dan Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) yang berlaku mulai 31 Desember 2016 dan Pergub Banten Nomor 30 tahun 2017 tentang Komite Sekolah, Pasal 10 (1), ayat (2) dan ayat (3).

Sambung Ojat, dalam aturan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.

"Masyarakat dimaksud adalah salah satunya orang tua atau wali siswa peserta didik, dengan cara memberikan bantuan dan atau sumbangan yang nilai besarannya diputuskan dalam suatu musyawarah antara Komite Sekolah dan orangtua atau wali peserta didik," tegas Ojat kepada detakbanten.com, Jum'at (6/4/2018).

Lanjutnya, yang lebih menbingungkannya lagi, ketika Gubernur Banten mendifinisikan tentang sekolah gratis untuk tingkat SMA/SMK dengan menyatakan, apabila ada Kepala Sekolah yang melanggar, maka Mereka akan dipecat, untuk itu hal ini harus berdasarkan regulasi atau peraturan yang jelas.

"Pemecatan inipun telah terjadi pada bulan Februari 2018 lalu terhadap salah seorang Kepala Sekolah SMKN di Kota Tangerang yang dikategorikan melakukan Pungli, bahkan hal ini ramai mejadi pemberitaan di media massa, untuk itu menurut hemat Saya, apabila dikategorikan sebagai pungli, maka seharusnya Kepsek tersebut harus di proses secara hukum Pidana, tetapi hal itu tidak dilakukan," tegas Ojat.

Namun Ojat menambahkan, dalam waktu yang tidak lama lagi, pihak Kepsek tersebut malah dipromosikan menjadi Pengawas dengan SK Gubernur Banten Nomor : 824.4/Kep.54-BKD/2018, sayangnya berita terkait promosinya Kepsek tersebut tidak terekspose oleh awak media seperti kabar pemecatannya.

"Rangkain kejadian itu membuat para Kepala Sekolah SMA/SMK yang lainnya menjadi resah, pasalnya sumbangan yang pihak sekolah terima sebelumnya adalah hasil musyawarah antara Komite Sekolah dengan Orang tua dan wali peserta didik, bahkan hasil sumbangan yang diterima tersebut sudah dimasukan pada salah satu sumber dana dalam Rencana Angkaran Kegiatan Sekolah (RAKS) di tahun ajaran 2017/2018," tuturnya.

Kebingungan tersebut semakin menjadi ketika pada tahun 2018, untuk dana BOS Triwulan pertama (Januari-Maret 2018), hal ini baru dapat dicairkan pada bulan April 2018, sedangankan dana BOSDA tidak lagi dalam bentuk dana tunai, namun berbentuk belanja langsung dan hal itupun dibatasi hanya sebanyak dua item pembelanjaan, yaitu gaji guru tetap dan tidak tetap serta biaya langganan dan jasa seperti, pembayaran rekening PLN, Telkom dan lain-lain, kemudian bagaimana dengan kegiatan dan operasional rutin lainnya, harus dibiayai dengan menggunakan dana yang mana," tandas Ojat.

Untuk itu, Ojat pun mendesak Gubernur Banten untuk segera membuat aturan secara tertulis seperti Pergub tentang sekolah gratis, karena pernyataan atau lisan bukanlah sebuah produk hukum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat.

Go to top