Oknum Pegawai Komdigi Jadi Beking Bandar Judi Online

Oknum Pegawai Komdigi Jadi Beking Bandar Judi Online

detakbanten.com Jakarta – Polda Metro Jaya menetapkan seorang pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) sebagai tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang yang berkaitan dengan judi online. Pegawai tersebut diduga lalai dalam tugasnya memblokir situs-situs judi online dan justru membiarkan beberapa situs tetap beroperasi setelah menerima sejumlah kompensasi.

Menanggapi kasus ini, Menteri Komdigi, Meutya Viada Hafid, menyatakan bahwa setiap pegawai yang menjadi tersangka akan segera dinonaktifkan dari tugasnya. Apabila nantinya putusan hukum menyatakan pegawai tersebut terbukti bersalah, maka kementerian akan melakukan pemecatan dengan status pemberhentian tidak hormat.

“Ya kalau misalnya ini kalau tersangka tentu akan sementara dinonaktifkan, lalu kalau memang sudah inkrah dia akan diberhentikan dengan tidak hormat,” kata Meutya dikutip detikcom Jumat (1/11/2024).

Menteri Meutya menambahkan bahwa proses ini akan diawasi dengan ketat, dan ia berharap kasus ini dapat menjadi pembelajaran penting bagi Komdigi untuk memperkuat integritas dan pengawasan internal.

“Kita lihat nanti perkembangannya, mudah-mudahan ini juga bisa menjadi awal yang baik bagi Kemkomdigi,” tegasnya.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, mengungkapkan bahwa pegawai Komdigi yang terjerat kasus ini memiliki wewenang penuh untuk memblokir situs-situs judi online. Namun, yang bersangkutan diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan tidak memblokir beberapa situs yang memiliki keterkaitan dengan pihak tertentu.

“Mereka diberi kewenangan penuh untuk memblokir. Iya kan, namun mereka melakukan penyalahgunaan juga melakukan kalau dia sudah kenal sama mereka, mereka tidak blokir dari data mereka,” kata Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan.

Menurut Ade Ary, pelaku bahkan mengelola jaringan yang mereka sebut sebagai “kantor satelit” di Bekasi, tempat pengelolaan situs-situs judi online yang tidak diblokir. Para tersangka mengakui bahwa mereka menerima imbalan sekitar Rp 8,5 juta dari setiap situs yang mereka “bina” atau lindungi agar tetap beroperasi.

 

 

Go to top