Aptrindo Banten Protes Pengelola Tol Tangerang-Merak

Aptrindo Banten Protes Pengelola Tol Tangerang-Merak

detakbanten.com Cilegon - Lantaran beberapa armada truk milik anggota Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Banten dikenakanan biaya tol dua kali lipat tarif terjauh di ruas Tol Tangerang-Merak. Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Aptrindo Banten memprotes PT Astra Infra Toll Road selaku pengelola jalan Tol Tangerang-Merak. 

Ketua DPD Aptrindo Banten Syaiful Bahri mengatakan, armada milik anggota Aptrindo beberapa waktu lalu ada yang dikenakan biaya tol dua kali lipat tarif terjauh. Pada 2 Oktober 2020 lalu, salah satu kendaraan truk golongan III yang masuk dari Gerbang Tol Cilegon Barat menuju Gerbang Tol Serang Barat dikenakan tarif Rp 138 ribu. Padahal, normalnya tarifnya bukan segitu untuk kendaraan golongan III.

“Masalah denda tol di Tol Tangerang-Merak, bahwa di tol ini melakukan pungutan denda, tanpa dasarnya kita tahu apa, padahal bila memungut itu kewenangan PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) dari Kemenhub RI. Kita pertanyakan ada anggota kita yang dikenakan dua kali lipat tarif terjauh,” kata Syaiful saat konfrensi pers di Kantor Aptrindo Bantan, Cilegon, Selasa (6/10/2020).

Lebih lanjut dikatakan Syaiful, jalan tol sebetulnya jalan berbayar premium, artinya di setting sedemikian rupa untuk kendaraan apa saja, bukan seperti jalan nasional kelas A. Seharusnya pengguna jalan juga bebas. 

“Ini malah yang kelebihan muatan ini disuruh keluar dari pintu tol terdekat, tetapi tapi kalau tidak mau ya bayar dua kali jarak terjauh,” katanya.

Kemudian Syaiful mengungkapkan, pihaknya memertanyakan dana hasil dua kali lipat tarif terjauh masuk ke kas negara atau ke mana. Jika masuk ke kas negara, yang mempunyai kewenangan untuk melakukan pemungutan adalah aparatur negara, bukan perushaan atau dalam hal ini pihak PT Astra Infra Toll road selaku pengelola Jalan Tol tangerang-Merak. “Maka itu yang kita komplain. Apalagi ini hanya terjadi di ruas Tol Tangerang-Merak,” tuturnya.

Pemungutan dengan model seperti itu, kata Syaiful sudah berlangsung lama. Kalau dulu justru lebih parah lagi, pungutannya ditulis di kertas yang tidak diketahui masuk ke mana uang tersebut. Sekarang langsung dipotong dari saldo e-Toll. “Sekarang mulai lagi dengan menggunakan timbangan digital yang akurasinya kita pertanyakan, timbangan digital ini jadi menentukkan dimensi sekian, muatan sekian, itu kan belum tentu akurat juga,” cetusnya.

Kata Syaiful, jika memang denda dua kali lipat tarif terjauh diberlakukan, seharusnya turut dijelaskan kelebihannya berapa kilogram atau berapa ton.  “Masa disamaratakan antara kelebihan 5 kilogram dengan 5 ton, jika mengacu Perhubungan Nomor PM 134 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan serta Penegakan Hukum Terhadap Overdimensi dan Overload (ODOL) 5 persen, toleransi 20 persennya kan tilang, suruh balik lagi, kan jelas. Kalau ini kan tidak jelas prosentasenya berapa lebihnya. Kalau misalkan lebihnya 7 persen dikenakan sama dengan adil dong, kalau lebihnya seratus dengan yang kurang 100, kan bebannya beda,” terangnya. 

Sementara itu, Manajer Humas PT Astra Infra Toll Road Rowiyah mengatakan, adanya truk yang membayar dua kali lipat dari tarif jalan tol karena adanya kendaraan yang melebihi batas beban muatan sesuai dengan golongan kendaraan. Beban kendaraan  telah terekam oleh alat ukur yang dinamakan Weight In Motion (WIM). 

“Adanya pembayaran tarif tol terjauh dengan biaya dua kali lipat sebelumnya juga telah dikeluhkan Aptrindo Jateng dan DIY, tetapi setelah kami jelaskan mereka juga tahu,” kata Rowiyah.

Penyebab pengguna jalan tol membayar dua kali lipat tarif terjauh di ruas tersebut, kata Rowiyah, bukan karena biaya overload atau denda overload. Melainkan kendaraan tersebut saat transaksi di gardu tol tidak diketahui asal kendaraan tersebut dari pintu tol mana, selain itu juga karena beban kendaraan yang tidak sesuai batas maksimum beban kendaraan sesuai golongannya. “Biaya tersebut, sudah tercantum dalam layar yang ada di depan gardu tol, biaya tersebut,” katanya.

Menurut Rowiyah, aturan memberlakukan dua kali lipat tarif terjauh diatur juga dalam PP 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol, di mana jika pihak pengelola jalan tol berhak menolak kendaraan yang beban kendaraannya tidak sesuai yang diizinkan untuk keluar di pintu tol terdekat. Selain itu, pihaknya berhak menarif biaya dua kali lipat tarif terjauh, jika tidak bisa menunjukan bukti tanda masuk yang benar atau tidak sesuai perjalanan. 

“Itulah mengapa sebabnya ada kendaraan yang dikenakan biaya dua kali lipat tarif terjauh. Sebab, kalau kendaraan beratnya melebihi atau overload otomatis jalannya pelan dan mengganggu kelancaran kendaraan lain serta mereduksi aset kami yang seharusnya usianya lama bisa lebih cepat rusak,” tandasnya. (man) 

 

 

Go to top