Airin Jadilah Ibu Rakyat Tangsel

Airin Jadilah Ibu Rakyat Tangsel

detaktangsel.com–  Judul tulisan ini dikutip dari judul sajak seorang gadis yang baru menginjak usia pada 17 tahun. Dia merasa betapa berat beban yang dipikul Airin Rachmi Diany, Walikota Tangsel. Entah kenapa dikirim ke email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. dan facebook. Apa maksudnya tidak tahu.

Airin Jadilah Ibu Rakyat Tangsel
Cermin  yang buram, tidak seburam masa lalumu
Aku, ibu, dan rakyatmu tidak tahu apa yang akan terjadi hari ini, esok maupun lusa nanti
Semua bagaikan bayang-bayang
Kita menunggu di ruang dan waktu yang semu
Tangan mendekap lukisan alam
Bibir tersenyum mencium angin yang berhembus
Airin jadilah ibu rakyat tangsel
Dengarkan rintihan tangis anak-anakmu
Ciumlah napas panjang rakyatmu
Singkirkan benalu yang tumbuh subur di hatimu
Basuhlan cermin yang buram dengan lafal ayat-ayat suci Alqur'an
Airin, maaf bila panggil  namamu sesingkat ini
Bukan bermaksud tidak hormati dan harga jabatanmu
Aku hanya ingin akrab, hangat, dan lebih mengenalmu
Sahabatmu hanya cahaya, cahaya kebesaran Allah
Jabatanmu hanya sementara seperti jiwa ibu hanya sesaat
Airin jadilah ibu bagi anak-anak dan rakyat tangsel
Kami, anak-anak dan rakyat merasakan tarikan napasmu setiap detik
Penuh arti dan makna kepedihan
Hari-hari ibu makin kusut, buram, dan karut marut
Bangkitlah ibu, anak-anak dan rakyat membutuhkan tenaga dan pikiranmu
Lahirkan anak-anak yang lebih cerdas dan berketuhanan menginjak tanah tangsel di esok hari
Ibu......kebenaran hanya milik Allah, bukan milik manusia seperti kita
Hidup adalah perjuangan, bu!
Jangan takut kebenaran yang diakui manusia bukanlah berarti kebenaran di esok hari
Jadlah  ibu bagi anak-anak dan rakyat tangsel
Pintu masih terbuka lebar. Sapu bersih halaman rumahmu dari tangan-tangan kotor
Siramlah meja dan kursi dengan obat pembasmi   kuman maupun virus  yang mengelilingimu
Ibu......janganlah diam, membisu serta galau hadapi kenyataan
Bangkit, bangkitlah ibu. Ibu.........lawanlah-lawanlah musuh yang bersembunyi di balik selimutmu.
Kebaskan gaun dan kerundungmu agar ibu  bebas dari  kutu-kutu busuk
Airin jadilah ibu bagi anak-anak dan rakyat tangsel....................

Sesungguhnya menerjemahkan artikulasi isi puisi ini sesulit menemukan jarum ditumpukkan jerami. Hanya terungkan rasa kerinduan dan kecintaan penulis puisi kepada Airin. Alasannya jelas, Airin dijadikan sosok ibu yang cerdas dan diyakini bisa membebaskan anak-anak dan rakyat Tangsel dari penderitaan panjang. Ya penderitaan yang bersentuhan dengan ekonomi, pembangunan serta pendidikan.
Penulis puisi menaruh harapan dan kepercayaan Airin sebagai sosok wanita yang mampu memimpin dan mengayomi anak-anak dan rakyat Tangsel. Hanya ada persoalan yang diamati dan dianalis penulis puisi adalah  atas keberadaan kutu-kutu busuk, benalu, serta virus maupun kuman yang membalut Airin dalam melaksanakan tugas sebagai pemimpin daerah.
Kehadiran musuh dalam selimut itu akan menjadi sumber ‘petaka’ bagi kelangsungan atau kelanjutan proses pembangunan rakyat Tangsel secara utuh dan manusiawi. Airin disarankan bangkit, melawan serta membasmi sepakterjang virus, kuman, benalu, dan kutu-kutu busuk. Dengan demikian, tidak terjadi proses pembusukan dalam lingkaran Airin.
Entah, alasan penulis puisi ini mempunyai rasa cinta dan sayang kepada Airin. Pastinya, bisa dibaca dari pesan yang terkandung dalam puisi itu, antara lain penulis puisi berkeyakinan kepemimpinan Airin lebih besar manfaatnya ketimbang mudharatnya. Maka, penyair ini memosisikan dirinya sebagai sosok sahabat Airin. Dan, dianggap sangat wajar bila dia sumbang saran kepada Airin agar membersihkan lingkungannya.
Seperti syair ini : Siramlah meja dan kursi dengan obat pembasmi   kuman maupun virus  yang mengelilingimu/Ibu......janganlah diam, membisu serta galau hadapi kenyataan. Seolah ini pesan bernada seruan agar Airin tidak larut dalam berbagai masalah. Ia mengajak Airin agar tersenyum setiap menghadapi rintangan. Karenanya, sang pujangga meminta Airin tidak diam, membisu, dan galau.
Meski sang ‘pujangga’ ini muda, pemikirannya jauh lebih tua dari usianya. Tidak selayaknya pesan moral yang terkandung di syair-syair itu diungkapkan gadis berusia 17 tahun.   Kiranya Airin mengapresiasi puisi bukan sekadar nyanyian sosok gadis, melainkan cerminan nyanyian hati seluruh rakyat Tangsel. Bangki, bakitlah dan basmilah ibu kutu-kutu busuk yang sembunyi di selimutmu! (red)

 

 

Go to top

Joomla! Debug Console

Session

Profile Information

Memory Usage

Database Queries