Postmodernisme Dalam Dunia Pertelevisian di Indonesia

ilustrasi ilustrasi

detakbanten.com - Teknologi pembuatan film menjadi sebuah batu loncatan untuk budaya pop postmodern. Namun televisi merupakan sarana yang lebih efisien untuk menyebarkan faham postmodern ke seluruh lapisan masyarakat.

Di Indonesia sendiri khususnya, televisi lebih dimanfaatkan sebagai sarana untuk menonton film-film bioskop yang nantinya akan ditayangkan oleh saluran televisi .

Televisi adalah sebuah sarana yang digunakan oleh film-film untuk masuk ke kehidupan sehari-hari masyarakat di dunia. Televisi hanya dijadikan alat dari industri film. Tetapi lepas dari hubungan dengan film, televisi menunjukan ciri khasnya sendiri.

Dalam beberapa hal, televisi jauh lebih fleksibel dibandingkan dengan film. Televisi melampaui film dengan menyajikan siaran langsung. Kamera televisi dapat menayangkan gambar kejadian langsung kepada pemirsa di seluruh belahan dunia.

Kemampuan untuk menyiarkan secara langsung inilah yang membuat orang percaya bahwa televisi menyajikan peristiwa aktual yang benar-benar terjadi, tanpa adanya penafsiran, edit, atau komentar. Karena hal inilah televisi menjadi kriteria untuk membedakan yang nyata dan tidak.

Banyak hal-hal yang masih dianggap tidak penting oleh masyarakat sebagai pemirsa dari televisi. Tetapi jika CNN, Sixty Minutes menayangkannya, mereka akan segera merasa hal tersebut penting. Televisi mampu menayangkan fakta secara langsung dan mampu menyebutkan produksi-produksi film.

Kemampuan ganda demikian membuat televisi memiliki kekuatan yang unik. Ia mampu mencampurkan "kebenaran" (apa yang orang banyak anggap sebagai kejadian nyata) dengan "fiksi" (apa yang orang banyak anggap sebagai khayalan yang tidak pernah terjadi dalam kenyataan). Film tidak dapat melakukan ini. Televisi masa kini melakukan hal tersebut secara berkelanjutan.

Ketika ada siaran langsung, di tengah-tengah siaran itu selalu diputus oleh "iklan dari sponsor." Televisi maju satu langkah lebih jauh dari film untuk mewujudkan postmodernisme. Saluran televisi komersil menyajikan berbagai gambar kepada permirsa.

Siaran berita akan menghantam penonton dengan gambar-gambar yang tidak saling berhubungan: perang antar suku di daerah, pembunuhan ibu oleh anaknya, pengamatan dari seorang politikus, skandal seks terbaru, penemuan ilmiah baru, sampai berita olahraga.

Campuran-campuran ini disisipkan dengan iklan mobil terbaru, makanan untuk bayi, produk-produk baru dari suatu perusahaan, penawaran jasa dari perusahaan jasa ternama dan bermacam-macam info produk lainnya yang dibutuhkan masyaakat dapat disaksikan di televisi. Dengan menampilkan berbagai gambar tersebut (berita dan iklan), televisi menciptakan kesan bahwa berita dan iklan sama pentingnya.

Selain siaran berita, televisi juga menyajikan program-program unggulan yang digunakan untuk menambah daya tarik masyarakat sebagai pemirsa televisi serta untuk menjaga pemirsa agar tetap menonton saluran televisi tersebut. Isi program-program tersebut antara lain film laga, sejarah, kekerasan, dan bahkan seks. Drama-drama fiksi mempunyai bobot yang sama dengan berita sebelumnya.

Dengan cara ini, televisi melenyapkan perbedaan antara kebenaran dan fiksi, antara peristiwa yang menyentuh hati dan peristiwa yang tidak begitu penting. Kejadian ini terjadi tidak hanya di satu saluran televisi, bahkan di hampir seluruh saluran televisi yang ada di Indonesia ini.

Hanya dengan sebuah alat kecil yang sering disebut dengan remote, seseorang dapat menonton apapun yang ia suka, mulai dari film-film terbaru, laporan perekonomian, serial animasi, berita-berita terkini, talkshow, dan sebagainya.

Dengan menyajikan banyak program, secara tidak sengaja televisi menyetarakan hal yang bisa dibilang tidak cocok. Televisi menggabungkan antara masa lalu dan masa kini, yang diatas dengan yang dibawah, segala sesuatunya dibawa menjadi kekinian dan di sini, di hadapan pemirsa televisi.

Dengan cara tersebut, televisi memperlihatkan dua ciri khas postmodern: menghapus batas antara masa lalu dan masa kini: dan menempatkan pemirsa dalam ketegangan terus-menerus.

Banyak pengamat sosial menganggap televisi sebagai cermin dari kondisi psikologis dan budaya postmodern. Televisi menyajikan begitu banyak gambar yang tidak berhubungan dengan realitas, gambar-gambar yang saling berinteraksi terus-menerus tanpa henti.

Apa yang tergambar dalam televisi adalah wujud dari diri kita, dan yang terjadi dalam diri kita adalah penjelmaan televisi. Televisi telah menjadi sebuah wujud nyata dari jiwa kita.

Hidup di era postmodern berarti hidup dalam dunia yang dipenuhi oleh berbagai gambar yang bercampur-aduk. Dunia televisi memecahkan gambar-gambar menjadi potongan-potongan dan kaum postmodern tetap yakin bahwa itu hanyalah campuran gambar-gambar.

Penulis:  Muhammad Budi Kurniawan, Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro- Semarang.

 

 

Go to top