Ampar Tuntut Pemerintah Untuk Sejahterakan Rakyat

Ampar Tuntut  Pemerintah Untuk Sejahterakan Rakyat

detakbanten.com SERANG - Satu JUNI merupakan hari bersejarah bangsa dan Negara Indonesia, dimana hari lahirnya dasar atau falsafah Negara Indonesia merdeka, dalam Pidato Bung Karno yang berhasil meyakinkan didalam sidang BPUPKI (1 Juni 1945) yang di sebut dengan Pancasila, yang berisikan lima sila.

Pada peringatan pancasila (1/6/2016) didepan Kampus Universitas Tirtayasa (Untirta) Organisasi mahasiswa NDP Banten, KP-LMND Serang, KUMAUNG Serang, UMC, KMS 30, FAM Untirta, SMGI yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat (AMPAR) menuntut Pemerintah untuk Hentikan Refresifitas dan Kriminalitas gerakan rakyat, Wujudkan demokrasi Kerakyatan, hentikan perampasan tanah rakyat, hentikan investasi modal asing rakyat, hentikan politik upah murah, hentikan komersialisasi kesehatan rakyat, nasionalisasi seluruh aset tambang dan migas asing sebagai wujud industialisasi nasional dan pendidikan gratis, ilmiah dan kerakyatan. Pada kesimpulannya pemerintah harus bisa mensejahterakan rakyat.

Andra Humas Ampar kepada detakbanten.com mengatakan, satu juni merupakan hari bersejarah dalam bangsa dan Negara Indonesia, dimana hari lahirnya dasar atau falsafah Negara Indonesia merdeka dalam Pidato Bung Karno yang berhasil meyakinkan didalam sidang BPUPKI (1 Juni 1945) yang di sebut dengan Pancasila, yang berisikan lima sila, kelima sila tersebut yakni sila kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau perikemanusian, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial dan ketuhanan. Yang dalam Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juli akhirnya menjadi naskah UUD yang diproklamirkan 17 Agustus 1945 serta disederhanakan menjadi Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat dalam Permusyawaratan dan Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Setelah saat ini hampir menginjak ke 71 tahun kemerdekaan Indonesia, dimana satu nasib, satu bangsa, satu bahasa serta harapan yang sama dari seluruh rakyat Indonesia, dengan perjuangan darah, perasan keringat dan pikiran seluruh rakyat Indonesia dulu kala untuk mencapai jembatan emas kemerdekaan untuk kehidupan yang adil dan makmur seperti yang dituangkan di dalam Sila ke-5 dalam Pancasila yang sebrangnya adalah kita punya masyarakat Indonesia (Bung Karno, Menuju Indonesia Merdeka).

"namun harapan dan keinginan masyarakat Indonesia harus dikhianati oleh rezim kekuasaan yang anti-demokrasi pro terhadap kapitalis imprealis dan neolib, meskipun tidak terang-terangan tetapi melahirkan penderitaan ekonomi Negara yang harus diderita rakyat dan semakin menyengsarakan,"katanya.

Lanjut Andra mengatakan, dengan alih-alih Pancasila segala macam bentuk gerakan rakyat yang menolak investasi modal internasional yang menyengsarakan rakyat, menolak kebijakan yang tidak pro rakyat dan demokrasi serta aktivitas ilmiah membicarakan situasi persoalan ketertindasan rakyat harus di bubarkan, tangkapi, dipenjarakan, pers dibungkam serta dibunuh tragedi Semanggi, Tragedi Malari, Tragedi Kampus ITB, Tragedi Trisakti, Tragedi 98, dan masih banyak yang lainnya yang tidak dapat disebutkan.

Dampak dari segala macam refresifitas dari sejarah orde baru saat ini kita seluruhnya merasakan, adanya kebijakan UU Penanaman Modal Asing, Kapitalisasi pendidikan akibat kesepakatan Neolib (Pasar Bebas) World Trade Organization (WTO), Perampasan tanah masyarakat dan petani untuk proyek investasi modal asing, Hutang Luar Negeri dan Hutang Najis, KKN, hingga kebijakan lainya yang menyebabkan kemiskinan dan kemelaratan terstruktur dan tersistematis yang saat ini harus ditanggung rakyat Indonesia.

"Selama 18 Tahun Reformasi tumbangnya kekuasaan Orde Baru anti-demokrasi sampai saat ini, apabila dirinci masing-masing sektor, luas tanah/ lahan di Indonesia dibawah penguasaan perusahaan-perusahaan besar sangatlah luas. Sekitar 42 juta hektar untuk pertambangan mineral dan batubara, 95 juta hektar untuk minyak dan gas, 32 juta hektar untuk kehutanan, 9 juta hektar untuk perkebunan sawit. Luas keseluruhan mencapai 178 juta hektar. Padahal luas daratan Indonesia 195 juta hentar,"jelasnya.

Lebih lanjut Andra menjelaskan, kasus beberapa daerah di Indonesia dimana luas izin, kondsesi, yang dikeluarkan pemerintah daerah telah lebih luas dibandingkan luas daerah tersebut. Sebagian besar lahan dan produksi dikontrol oleh perusahaan asing. Sebanyak 85 % kekayaan migas dikuasai asing, 95 % kekayaan mineral emas, perak dan tembaga dikuasai asing, 75 % perkebunan dikuasai asing, modal perbankkan dapat dikuasai asing hingga 95 %.

Sementara pasar nasional telah berpindah status kepemilikannya kepada importir asing. Lebih dari 65 % kebutuhan pangan nasional adalah impor yang dihasilkan asing dan lebih dari 50 % kebutuhan minyak nasional dipasok melalui impor (theglobal-review.com), disamping itu Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menuntut kenaikan UMP tahun 2015 sebesar 22% dari UMP tahun 2014 agar angka Rp 2.441.301 dapat berubah menjadi Rp 3.051.177 pada tahun 2015. Di sisi lain, pengusaha, melalui KADIN Jakarta, mengusulkan bahwa kenaikan UMP untuk tahun 2015 sebaiknya hanya sebesar 11% atau setara dengan RP 2.685.431.

"hal itu menjadi tanda bahwa politik upah murah semakin kuat untuk menguntungkan pemodal bukan rakyat dan membuat terpuruknya ekonomi Indonesia dengan PHK besar-besaran tiap tahunnya dengan didukung regulasi PP Pengupahan 78 tahun 2015,"ujarnya.

Disamping itu reformasi tidak menjamin daripada kebebasan demokrasi, masih banyak peristiwa represif yang dilakukan oleh kekuasaan dengan membangkitkan kembali Orde Baru dengan menggunakan alat represif untuk menindak kegiatan-kegiatan yang dianggap sebagai ancaman bagi negara, dengan merefresif dan mengkriminalisasi Petani, Buruh, Mahasiswa, Nelayan, Kaum Miskin Indonesia, sehingga partisipatif daripada rakyat Indonesia untuk melakukan kegiatan demokrasi masih terganjal dan dihalangi oleh kekuasaan melalui aparat represifnya (Polisi, TNI, ORMAS dan lainnya).

"Demokrasi dewasa ini hanya diartikan dari kegiatan disaat menjelang pemilu sebatas pertarungan elit politik borjuis bukan rakyat kecil yang hanya saling berebut kekuasaan, tetapi diluar itu hak demokrasi untuk rakyat tidak dipenuhi secara utuh,"katanya.

 

 

Go to top