Dr Hendro Nugroho: Potensi Gempa Megathrust Nyata, BMKG Terus Monitor Aktivitas Seismik Pada Zona-Zona Aktif Megathrust

Dr Hendro Nugroho: Potensi Gempa Megathrust Nyata, BMKG Terus Monitor Aktivitas Seismik Pada Zona-Zona Aktif Megathrust

detakbanten.com I MEDAN - Wilayah Indonesia berada pada sistem tektonik aktif yang dibentuk oleh interaksi lempeng tektonik Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik.

Ketiga lempeng ini sangat mempengaruhi aktivitas kegempaan di Indonesia, termasuk ancaman gempa megathrust yang nyata dan perlu diwaspadai.

Dr. Hendro Nugroho, Kepala Balai Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah II mengatakan, gempa megathrust merupakan tipe gempa bumi yang dihasilkan oleh zona subduksi, yaitu interaksi di bidang kontak antar dua lempeng tektonik pada kedalaman dangkal, kurang dari 50 km.

"Megathrust dapat dianalogikan sebagai gempa yang memiliki mekanisme patahan dengan dorongan naik yang besar, karena mampu mengakumulasi energi medan tegangan gempa dan memicu pelepasan energi yang kuat sehingga menimbulkan rekahan panjang dan bidang pergeseran yang luas," ucapnya, Kamis (22/8/2024).

Potensi gempa megathrust di Indonesia terbagi menjadi 13 zona yang terbentang dari Sumatra hingga Papua.

Wilayah Sumatra memiliki enam zona megathrust, wilayah Jawa-Bali-Nusa Tenggara memiliki empat zona, wilayah Sulawesi memiliki satu zona, dan wilayah Maluku serta Papua masing-masing memiliki satu zona.

Kalimantan tidak termasuk dalam wilayah potensi megathrust karena tidak dilintasi oleh bidang pertemuan lempeng tektonik.

Saat ini, zona megathrust yang menjadi perhatian utama adalah Mentawai-Siberut dan Selat Sunda. Kedua zona ini tergolong dalam wilayah dengan 'seismic gap', karena gempa besar terakhir yang terjadi di wilayah ini lebih dari 200 tahun lalu.

Rentang waktu yang panjang ini memungkinkan terjadinya akumulasi stres seismik pada bidang kontak antar lempeng, yang suatu saat bisa dilepaskan dalam bentuk gempa besar.

BMKG saat ini sangat aktif memonitoring aktivitas seismik di wilayah tersebut dan terus memberikan peringatan terkait potensi gempa megathrust berkekuatan hingga Magnitudo 8,9 di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut.

Lanjut Hendro, BMKG telah mengoperasikan 533 sensor seismik di seluruh Indonesia untuk memantau aktivitas gempa bumi secara cepat, tepat, dan akurat.

Namun, gempa bumi hingga saat ini belum bisa diprediksi dengan pasti baik dalam hal kekuatan, waktu, maupun lokasi kejadiannya. Oleh karena itu, masyarakat dihimbau untuk selalu mengikuti informasi resmi dari BMKG.

Kata dia, informasi potensi gempa dan tsunami merupakan upaya persiapan untuk mengetahui risiko terburuk akibat gempa bumi.

Dengan mengetahui efeknya, kita dapat merencanakan pencegahan dan mitigasi risiko kerugian, baik dalam sektor sosial, ekonomi, kesehatan, maupun korban jiwa.

"Potensi gempa dan tsunami akan selalu ada, dan karena waktu kejadiannya tidak dapat diprediksi, kesadaran masyarakat serta peningkatan dan pembaruan teknik serta model mitigasi yang tepat harus terus dilakukan di setiap daerah," tutup Hendro.

Sementara itu, Dr Andrean Simanjuntak, seorang seismolog di BMKG Wilayah I, menambahkan bahwa wilayah Indonesia, seperti Aceh, pernah merasakan dampak dahsyat dari gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia pada 26 Desember 2004, dengan Magnitudo 9,0.

Dampaknya terasa hingga pantai barat Afrika dan Thailand, dengan guncangan yang dirasakan dalam radius hingga 500 km.

Secara historis, gempa megathrust pernah terjadi di wilayah Mentawai pada tahun 1797 dan 1833, serta di Selat Sunda pada tahun 1699 dan 1780 dengan Magnitudo 8,6.

Hampir 200 tahun, aktivitas gempa dengan Magnitudo di atas 8 tidak terjadi di kedua wilayah tersebut, dan akumulasi energi ini bisa menghasilkan gempa dengan Magnitudo yang sama.

"Meski waktu dan lokasi pastinya tidak dapat diprediksi, potensi terjadinya bisa diukur," ungkap dia. (ap).

 

 

Go to top

Joomla! Debug Console

Session

Profile Information

Memory Usage

Database Queries