Warga Rawa Lindung Resah, Pemkot Tangsel Melempem

Warga Rawa Lindung Resah, Pemkot Tangsel Melempem

detaktangsel.com– PONDOK CABE, Terminal Pondok Cabe belum resmi dioperasikan, Panguyuban Mitra  Niaga lantang mengklaim sebagai pengelola.

Sesungguhnya isu difungsikan kembali Terminal Pondok Cabe cenderung dan bertedensi  mengundang gesekan antar kelompok 'preman'. Mereka berkinginan ikut ambil bagian dari pengoperasian terminal tersebut.'
 Berdasarkan pemantauan detaktangsel.com, sejumlah aktivis dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) mulai mendatangi lokasi terminal. Mereka meminta kepada pengurus Panguyuban Mitra Niaga agar dilibatkan mengelola lokasi yang dijadikan parkir bus antarkota antarprovinsi tersebut.
"Kami harus diikutsertakan mengelola Terminal Pondok Cabe. Kalau permintaan ini tidak diindahkan, kami akan mendatangi pengurus panguyuban dan ngotot dilibatkan," tegas salah seorang anggota LSM dengan nada keras, Minggu  (19/1).
Anggota dari LSM yang lain pun menimpali penegasan rekannya tersebut. Ia tidak mau kompromi bila tidak diikutsertakan dalam aktivitas terminal. Karena, pihaknya juga punya  hak yang sama dengan panguyuban.
Informasi yang diperoleh detaktangsel.com menggambarkan banyak elemen massa yang  punya kepentingan sama untuk mengais keuntungan di balik dimanfaatkannya kembali lahan terminal yang sempat telantar  tersebut. Kehadiran mereka justru cenderung menunjukkan indikasi bakal terjadi bentrokan antarkubu LSM.
Agus, warga Rawa Lindung, Pondok Cabe Udik, membenarkan secara psikologis gesekan antarkubu LSM pasti meledak, tinggal tunggu waktunya. Ia sangat menyayangkan sikap warga setempat cuek bebek. Mereka membiarkan lokasi itu dijadikan terminal.
“Mayoritas warga Rawa Lindung suka potret kekerasan ketimbang kecerdasan. Beda bila lahan itu dimanfaatkan sebagai kantor bersama antardinas. Secara psikologis keberadaan kantor-kantor dinas itu memotivasi semangat warga membangun diri di masa mendatang. Nah sebaliknya, terminal adalah cerminan dari kekerasan,” tegas Agus.
Isu yang beredar bahwa sebenarnya warga Rawa Lindung resah dan khawatir terjadinya bentrok antarkubu LSM yang ingin ‘kuasai’ terminal. Sebaiknya Dinas Perhubungan Pemkot Tangsel membatalkan niatnya untuk mengoperasikan Terminal Pondok Cabe. Karena, terminal ini akan menjadi lahan korupsi. Buktinya, disebut-sebut panguyuban mengutip Rp4 juta per unit bus setiap bulan. Lalu, uang itu disetorkan kepada siapa.
Disebutkan pula pihak panguyuban meminta jatah Rp10 ribu per unit bus kepada petugas kebersihan bus. Sedangkan biaya membersihkan bus dibandrol Rp30 ribu. Selain ada kutipan dari panguyuban, pihak oknum Dinas Perhubungan juga minta setoran Rp10 ribu.
Yanto, warga Taman Pondok Cabe mengusulkan agar Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany meninjau kembali kebijakannya mengoperasikan kembali terminal tersebut.
“Udah enggak bener. Semua pihak mempunyai kepentingan    atas keberadaan terminal.   Ya, itu kan maunya muka-muka lama memanfaatkan keberadaan terminal untuk kepentingan pribadi,” tutur Yanto. “Bodoh banget Dinas Perhubungan mau dimanfaatkan panguyuban yang di dalamnya orang-orang enggak jelas.”
Saat berada di lokasi, detaktangsel.com pun menyaksikan dan mendengarkan langsung gerakan perlawanan dari anggota LSM tertentu. Namun,ia tidak mau disebutkan namanya ketika dimintai konfirmasi.
“Saya lahir dan besar di Rawa Lindung, masak di pandang sebelah mata. Pokoknya, saya minta jatah. Kalau enggak diberi, saya acak-acak dan siap mati,” tandasnya.
Ia tidak mengenal siapa Jeffry yang mengaku sebagai pengelola terminal. Dia, warga mana. Pastinya, Jeffry bukan warga Pondok Cabe.
Anggota LSM ini juga mempertanyakan dan menyoal kutipan Rp 4 juta per unit bus tersebut. Langkah panguyuban itu  ilegal. Karena tidak diketahui dan tidak disetorkan ke Dinas Perhubungan.
“Akal-akalan orang-orang panguyuban saja mengatasnamakan Dinas Perhubungan. Makanya, kalangan perusahaan bus dengan terpaksa memenuhi permintaan panguyuban,” tuturnya.
Di tempat terpisah, Ucok mengingatkan suasana sejuk yang menyelimuti kawasan Rawa Lindung akan memanas menyusul keberadaan terminal. Bila tokoh masyarakat bersama seluruh warga Rawa Lindung tetap mempertahankan keberadaan terminal, jangan   heran akan  menimbulkan dampak negatif. Karena terminal merupakan ‘dunia’ kekerasan.
Warga Taman Pondok Cabe ini mengusulkan agar Dinas Perhubungan tidak sewenang-wenang mengakomodir dan menuruti kemauan segelintir orang yang tergabung dalam panguyuban. Mereka adalah orang-orang yang terpinggirkan karena sudah ‘cacat’ di mata warga.
Ia juga menyarankan kepada calon legislatif (caleg) dari Partai Demokrat dan PDI Perjuangan jangan bermain di air keruh. Seharusnya mereka tidak mengeksploitir emosi warga semata-mata untuk mencari dukungan massa.
“ Caleg semacam apa bermain di ‘kubangan’ terminal,” ungkapnya. (red)

 

 

Go to top

Joomla! Debug Console

Session

Profile Information

Memory Usage

Database Queries