Persaja Minta MK Tolak Gugatan Kewenangan Jaksa Usut Korupsi

Persaja Minta MK Tolak Gugatan Kewenangan Jaksa Usut Korupsi

Detakbanten.com, JAKARTA -- Persatuan Jaksa Indonesia (Persaja) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan yang diajukan advokat Yasin Djamaluddin terkait kewenangan jaksa untuk menyidik tindak pidana korupsi. Persaja menegaskan kewenangan melakukan penyidikan kasus korupsi tidak bertentangan dengan UUD 1945.

”Sepatutnya, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Uji Materi terkait kewenangan jaksa Untuk Menyidik Tindak Pidana Korupsi yang telah diregistrasi dengan perkara Nomor 28/PUU-XX1/2023,” tutur Ketua I Persatuan Jaksa Indonesia (PERSAJA) Pusat, Reda Manthovani, Rabu (7/6).

Hal disampaikan Persatuan Jaksa Indonesia dalam sidang di Mahkamah Konstitusi dengan agenda mendengarkan keterangan Presiden, keterangan pihak terkait Persatuan Jaksa Indonesia dan pihak terkait Kejaksaan Agung.

Dr. Reda Manthovani menjelaskan bahwa Persaja sebagai pihak terkait, melalui kuasa hukumnya, telah memberikan alasan-alasan yang kuat mengapa permohonan uji materi tersebut ditolak. Satu alasan diantaranya permohonan yang diajukan pemohon tidak memiliki dasar hukum.

“Selain argumen ne bis in idem, permohonan yang diajukan oleh pihak pemohon tidak memiliki dasar hukum dan konstitusional yang jelas,” ujar Reda.

Menurutnya, kewenangan jaksa dalam melakukan penyidikan sudah sesuai konstitusi dan telah diakui sebagai praktik umum secara universal. Misalnya, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-V/2007 dan Putusan Nomor 16/PUU-X/2012 secara tegas menyatakan bahwa UUD 1945 tidak melarang kewenangan Jaksa dalam melakukan penyidikan.

Dia menambahkan, kewenangan Jaksa untuk melakukan penyidikan adalah implementasi dari standar universal yang tercantum dalam Guidelines on the Role of Prosecutors. Selain itu, kewenangan Jaksa untuk menyidik suatu tindak pidana juga telah sejalan dengan tren global dan nasional yang cenderung menggunakan sistem multi-agensi untuk menjalankan kewenangan penyidikan.

Selain itu Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC) dan rekomendasi Financial Action Task Force (FATF) secara eksplisit juga mendorong penggunaan pendekatan multi-agensi dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.

Hal itu dapat terlihat dari Putusan-putusan terkini dari Mahkamah Konstitusi, seperti Putusan Nomor 102/PUU-XVI/2018 yang mengakui kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam melakukan penyidikan, serta Putusan Nomor 15/PUU-XIX/2021 yang memberikan kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk menyidik tindak pidana pencucian uang, semakin memperkuat tren penggunaan pendekatan multi-agensi.

“Menghapuskan kewenangan jaksa dalam melakukan penyidikan bukan hanya menjadi ancaman bagi upaya pemberantasan korupsi, tetapi juga pemberantasan tindak pidana perusakan hutan dan pelanggaran berat HAM,'ungkapnya.

Ia berharap Mahkamah Konstitusi dapat mempertimbangkan dengan seksama alasan-alasan yang disampaikan Persaja dan kuasa hukumnya. Keberadaan kewenangan jaksa dalam melakukan penyidikan terutama tindak pidana korupsi, sangat penting dalam upaya pemberantasan kejahatan tersebut.

Sebelumnya, seorang advokat, Yasin Djamaludin, menggugat UU Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia meminta meminta kewenangan Kejaksaan untuk menyelidiki dan menyidik kasus korupsi dihapus.

“Menyatakan Pasal 30 ayat (1) huruf d Kejaksaan RI bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” demikian permohonan Nurhidayat sebagaimana dikutip dari website MK, Minggu (12/3).

 

 

Go to top