Dua Kali Melanggar Kode Etik ASN, Muhamad Harus Mundur Dari ASN

Pengamat Politik dan Kebijakan Publik dari UNIS Adib Miftahul Pengamat Politik dan Kebijakan Publik dari UNIS Adib Miftahul
detakbanten.com TANGSEL - Dua kali Muhamad dipanggil oleh Bawaslu Kota Tangerang Selatan disebabkan pelanggaran kode etik ASN dengan posisinya masih terikat dengan status PNS sebagai Sekda Kota Tangsel. Bawaslu beranggapan Muhamad sebagah Bakal Calon Walikota telah melanggar UU nomor 42 tahun 2004 pasal 6 tentang mengutamakan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi. 
 
Seperti yang dijelaskan Anggota Komisioner Bawaslu Tangsel, Ahmad Jajuli,  bahwa dalam tahapan pilkada Tangsel 2020 ini memiliki wewenang untuk mengawasi jalannya Pilkada Tangsel yang aman, tertib, dan nyaman. Dan kejadian yang pihak (Bawaslu-red) temukan dilapangan, bahwa ada salah satu peserta pemilu (bakal calon) yang mengkampanyekan dirinya namun, statusnya masih aktif status ASN.
 
"Pertama, hasil barang bukti yang kita dapati dilapangan, bahwa Sekda masih menggunakan kendaraan dinas, untuk menemui konstituennya, kedua dirinya secara terang-terangan meminta dukungan kepada masyarakat untuk memilih dirinya pada saat pemilihan September mendatang," terang Jajuli selaku Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran. Rabu (18/03/20).
 
Menurut Pengamat Politik dan Kebijakan Publik dari Universitas Islam Syekh Yusup (UNIS) Adib Miftahul, Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany harus memberikan peringatan keras atas pelanggaran kode etik anak buahnya. Agar berjalan baik dan bersih managemen birokrasi dilingkungan Pemkot Tangsel, Airin mesti bertindak tegas. Apalagi yang dilakukan oleh Muhamad dengan memanfaatkan waktu, fasilitas dan kapasitas dirinya sebagai Sekda dalam upaya memenangkan dirinya dalam Pilkada.
 
"Airin harus tegur keras muhamad, bila perlu sarankan mundur sebagai ASN. Dengan dalih kinerja rendah dan selama 6 bulan memposisikan dirinya sebagai bacawalkot, tak ada perubahan. Malah yang ada membuat kubu ASN terkotak-kotak, ini tak bagus dalam etika bitokrasi. Jadi preseden buruk. Padahal sekda adalah panglima ASN, gimana dia menerjemahkan perintah bosnya (Walikota), sementara dia berbeda haluan politik? Sama saja bisa menciptakan oligarki politik dalam birokrasi," ujar Adib kepada awak media, Rabu (18/3/2020).
 
Adib mengutarakan, ini bagian dari  kelemahan ketika ASN maju berpolitik tapi tidak mengundurkan diri. Ada Conflict Of Interest, ketika ASN tidak mundur karena tanpa disadari pastinya akan membawa kepentingan politik dalam menjalankan tugasnya sebagai aparatur negara.
 
"Ya seperti yg terjadi sekarang, muhamad diduga melanggar kode etik ASN, membawa pengaruhnya secara tidak langsung kepada bawahan. Berbeda sama Ben, walikota dan wakil walikota adalah pejabat politik," terangnya.
 
Lanjutnya, Undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, masih ada kelemahan terkait hak politik ASN dalam mengikutu Pilkada. dalam undang-undang tersebut hanya mengatur kalau sudah daftar dan ditetapkan oleh KPU baru wajib mengundurkan diri.
 
"Undang-undang hanya mengatur, kalau sudah daftar atau ditetapkan KPU, baru mengundurkan diri. Ini kelemehan juga, harusnya ketika ada niat declaire di publik mau jadi kepala daerah, harus mundur. Politik butuh etika yang fairness." tandasnya.

 

 

Go to top