Kualitas Tidur Buruk Dapat Pengaruhi Obesitas

Kualitas Tidur Buruk Dapat Pengaruhi Obesitas

detaktangsel.com WOOW - Kualitas tidur yang baik sering kali diabaikan saat membicarakan gaya hidup sehat, meskipun perannya sangat penting dalam menjaga kebugaran tubuh. Salah satu masalah kesehatan yang berkaitan erat dengan pola tidur yang buruk adalah obesitas.

Banyak penelitian menunjukkan bahwa kurang tidur atau gangguan tidur dapat meningkatkan risiko kenaikan berat badan dan obesitas, baik pada anak-anak maupun orang dewasa.

Kurangnya tidur dapat menyebabkan ketidakseimbangan hormon yang mengatur nafsu makan, seperti ghrelin dan leptin. Ghrelin, yang dikenal sebagai hormon "lapar", merangsang nafsu makan, sementara leptin, hormon "kenyang", memberi sinyal kepada otak ketika tubuh sudah cukup makan.

Ketika seseorang kurang tidur, kadar ghrelin meningkat dan leptin menurun, sehingga mengakibatkan nafsu makan yang lebih besar dan rasa lapar yang lebih intens. Akibatnya, seseorang cenderung makan lebih banyak, terutama makanan tinggi kalori.

Selain itu, kurang tidur mempengaruhi fungsi otak, terutama bagian yang mengontrol pengambilan keputusan dan impuls. Beberapa studi menunjukkan bahwa individu yang kurang tidur cenderung memiliki preferensi terhadap makanan berlemak, manis, dan tinggi karbohidrat. Di malam hari, mereka lebih mungkin mengidam camilan tidak sehat atau memilih makanan cepat saji yang tinggi kalori.

Kurangnya energi dan motivasi akibat tidur yang tidak cukup juga berpengaruh pada aktivitas fisik. Orang yang merasa lelah cenderung lebih malas bergerak atau berolahraga, yang menyebabkan penurunan pembakaran kalori. Ketika hal ini digabungkan dengan peningkatan asupan makanan, risiko kenaikan berat badan semakin besar.

Tidak hanya itu, pola tidur yang buruk juga dapat mengganggu metabolisme tubuh, termasuk resistensi insulin. Insulin adalah hormon yang bertanggung jawab mengatur penggunaan glukosa (gula) dalam tubuh.

Ketika tubuh menjadi resisten terhadap insulin, glukosa tidak digunakan secara efisien dan malah disimpan sebagai lemak. Kondisi ini tidak hanya berujung pada peningkatan berat badan, tetapi juga meningkatkan risiko diabetes tipe 2, yang sering kali terkait erat dengan obesitas.

 

 

Go to top