Tukin Kementerian ESDM: Diduga Mengalir ke BPK-Keperluan Pribadi
Detakbanten.com, JAKARTA - KPK menilai uang haram hasil manipulasi pembayaran tunjangan kinerja (tukin) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengalir ke beberapa pihak. Antara lain untuk keperluan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sampai kebutuhan pribadi tersangka.
"Uang yang diperoleh para tersangka diduga untuk keperluan Pemeriksa BPK RI sejumlah Rp1,035 miliar, dan dana taktis untuk operasional kegiatan kantor," tukas Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam keterangan diterima Detakbanten.com, Sabtu (17/6/2023).
Lalu, keperluan pribadi, antara lain untuk kerja sama umrah, sumbangan nikah, THR, pengobatan, sampai pembelian aset tanah, rumah, indoor volley, mess atlit, kendaraan dan logam mulia.
KPK telah menetapkan 10 orang pegawai Kementerian ESDM sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembayaran dana tukin anggaran 2020-2022. Para tersangka diduga merugikan keuangan negara Rp27,6 miliar.
Ke 10 tersangka, yakni Bendahara Pengeluaran, Abdullah (A); Subbagian Perbendaharaan, Priyo Andi Gularso (PAG); Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Novian Hari Subagio (NHS); Staf PPK, Lernhard Febian Sirait (LFS).
Lalu, Bendahara Pengeluaran, Christa Handayani Pangaribowo (CHP); PPK, Haryat Prasetyo (HP); Operator SPM, Beni Arianto (BA); Penguji Tagihan, Hendi (H); PPABP, Rokhmat Annashikhah (RA); dan Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi, Maria Febri Valentine (MFV).
Para pejabat perbendaharaan serta pegawai lain di lingkup Bagian Keuangan Direktorat Jenderal Mineral Kementerian ESDM diduga memanipulasi dan menerima pembayaran tunjangan kinerja yang tak sesuai ketentuan.
Sehingga, dari jumlah tunjangan kinerja yang seharusnya hanya dibayar Rp1.399.928.153, lalu digelembungkan menjadi sebesar Rp29.003.205.373. Maka, terjadi selisih Rp27.603.277.720 dari penggelembungan dana itu.
Dari selisih itu, para tersangka dapat keuntungan yang berbeda-beda, yakni Priyo Andi Gularso Rp4,75 miliar; Novian Hari Subagio Rp1 miliar; Lernhard Febian Sirait Rp10,8 miliar; Christa Handayani Pangaribowo Rp2,5 miliar.
Lalu, Abdullah Rp350 Juta; Haryat Prasetyo Rp1,4 miliar; Beni Arianto Rp4,1 miliar; Hendi Rp1,4 miliar; Rokhmat Annashikhah Rp1,6 miliar; serta Maria Febri Valentine Rp900 juta.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.