Penjelasan Peneliti IPB Soal Buruk Kualitas Udara di DKI

Ilustrasi kualitas udara kotor di Jakarta. Ilustrasi kualitas udara kotor di Jakarta.

Detakbanten.com, JAKARTA - Peneliti Bidang Kualitas Udara dan Perubahan Iklim Institut Pertanian Bogor (IPB), Arief Sabdo Yuwono mengungkap selama ini indikator penilaian kualitas udara di Jakarta kurang valid. Selama ini, lanjut Arief, penilaian kualitas udara, menggunakan particulate matter (PM) 2.5 belum memenuhi landasan hukum lingkungan secara benar.

Ini ia sampaikan terkait penerapan kebijakan kerja dari rumah atau (WFH/WFH) aparatur sipil negara (ASN) di Jakarta guna menekan polusi udara, kemacetan, dalam rangka menjadi tuan rumah KTT ASEAN pada 5-7 September 2023.

"Sebelum penerapan WFH dan lainnya, seharusnya ditelaah dulu oleh landasan hukum lingkungan benar. Apakah udara Jakarta dalam status polusi?," kata Arief, Senin, (21/8/2023), kepada Detakbanten.com.

Arief juga menyayangkan, mengapa justifikasi kualitas udara hanya berdasarkan parameter PM2,5. Ia menyatakan, untuk menentukan kualitas udara, seharusnya ada tujuh parameter yang harus dianalisis. Antara lain PM10, PM2.5, NO2, SO2, CO, O3, dan HC.

"Dengan menganalisa tujuh parameter itu, saya meyakini keabsahan kualitas udara di Jakarta akan lebih valid. Bisa keduanya (lebih baik atau buruk kualitas udara di Jakarta) dengan analisis ketujuhnya, hasil bisa akan valid," tambahnya.

 

 

Go to top

Joomla! Debug Console

Session

Profile Information

Memory Usage

Database Queries